A. PENDAHULUAN
Lidah asap adalah irisan daging lidah sapi yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba. Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan karbon dioksida. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi fenol) dan senyawa karbonil.
Ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah, bahan direndam di dalam asap yang sudah di cairkan. Setelah senyawa asap menempel pada lidah sapi, kemudian lidah sapi dikeringkan. Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, Pengasapan tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan dipasaran. Karena itu teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional. Metode pengasapan secara tradisional akan dijelaskan pada pembahasan pengolahan lidah asap ini.
Peralatan yang digunakan dalam pengolahan lidah asap diantaranya yaitu: lemari asap, penggantung lidah sapi, pisau dan talenan. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah lidah sapi, kayu keras dan garam nirtit dan nitrat halus.
B. DAFTAR ANALISIS BAHAYA PADA PROSES PEMBUATAN LIDAH ASAP
1. Penyiapan bahan baku
· Cemaran fisik: bulu sapi yang menempel, darah sapi, kerikil
· Cemaran mikrobiologi: mikroba pathogen dari peralatan dan lingkungan
· Cemaran kimia: bahan sanitizer
2. Pencucian
· Cemaran fisik: benda asing dari pekerja (rambut)
· Cemaran mikrobiologi: air yang tidak bersih
· Cemaran kimia: kontaminasi bahan sanitizer (bahan pencuci)
3. Penambahan Garam Nitrit dan Nitrat
· Cemaran kimia: mengandung bahan kimia lain
4. Pengirisan
· Cemaran fisik: benda asing dari pekerja
· Cemaran mikrobiologi: mikroba pathogen dari peralatan dan lingkungan
· Cemaran kimia: kontaminasi bahan sanitizer dari peralatan dan lingkungan
5. Penyiapan lemari asap
· Cemaran fisik: debu
6. Pengasapan
· Cemaran fisik: bara api
7. Pengemasan
· Cemaran fisik: benda asing yang berasal dari pekerja, lingkungan dan peralatan
· Cemaran mikrobiologi: pekerja, peralatan dan lingkungan yang tidak higiene
· Cemaran kimia: cemaran yang berasal dari kemasan akibat reaksi produk yang masih dalam keadaan panas
C. ANALISIS RISIKO (RISK ANALYSIS)
Covello dan Merkhofer (1993) mendefinisikan analisis risiko (risk analysis) sebagai suatu proses sistematik guna membeberkan dan membilang suatu risiko yang berhubungan dengan bahan berbahaya, proses, tindakan, atau kejadian.
Pada teknik yang dikembangkan Pierson dan Corlett (1992) ditetapkan tujuh kategori bahaya dari 0 hingga 6. Kategori bahaya tersebut diakomolasikan dari karakteristik bahaya (kolom A hingga F). seperti pada tabel.1 di bawah ini. Kategori bahaya A adalah paling keras apabila ditemukan pada analisis maka langsung masuk kategori bahaya 6. Kategori bahaya lain adalah akumulasi A hingga F.
Tabel.1 Rangking Sifat Bahaya dan Kategori Risiko untuk Produk Pangan dan Bahan Baku serta Ingredient Pangan (Pierson dan Corlett, 1992).
Ingredient Pangan atau Produk | Sifat Bahaya (A, B, C, D, E, F) | Kategori Risiko |
T | A + (kategori khusus) | VI |
U | Lima + (B sampai F) | V |
V | Empat + (B sampai F) | IV |
W | Tiga + (B sampai F) | III |
X | Dua + (B sampai F) | II |
Y | Satu + (B sampai F) | I |
Z | 0 | 0 |
Penentuan kategori risiko tersebut berdasarkan acuan penetapan sifat dan tingkat bahaya pada tabel berikut :
Tabel.2 Penetapan Sifat dan Tingkat Bahaya
Bahaya | Sifat Bahaya Mikrobiologis | Sifat Bahaya Fisik & Kimia |
A | Kelompok.khusus yang diterapkan pada produk nonsteril yang dirancang dan ditujukan untuk konsumsi populasi beresiko (bayi, manula, orang sakit, wanita hamil, daya tahan tubuh rendah) | Kelompok khusus yang diterapkan pada produk nonsteril yang dirancang dan ditujukan untuk konsumsi populasi beresiko (bayi, manula, orang sakit, wanita hamil, daya tahan tubuh rendah) |
B | Produk mengand. ingredient peka terhadap bahaya mikrooranisme | Produk mengand. bahan-bahan yang diketahui merupakan bahan kimia toksik atau bahaya fisik yang berbahaya (aflatoxin dalam jagung dan batu ) |
C | Proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif menghacurkan mikroorganisme berbahaya | Proses tidak mempunyai tahap pengendali yang secara efektif mencegah, menghancurkan atau memisahkan bahan kimia toksik atau bahaya fisik |
D | Produk mudah tercemar kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan | Produk mudah terkontaminasi kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan |
E | Berpotensi untuk mengalami penanganan yang tidak sebagaimana mestinya (abuse handling) pada saatdistribusi/penanganan oleh konsumen yang dapat mengubah produk menjadi bahan yang berbahaya ketika dikonsumsi | Terdapat potensi untuk terkontaminasi bahan kimia dan fisika selama distribusi atau penanganan oleh konsumen yang dapat mengubah produk menjadi berbahaya ketika dikonsumsi |
F | · Tidak ada proses pemanasan terminal setelah pengemasan atau ketika dimasak dirumah. (diterapkan untuk produk makanan ketika diguakan oleh konsumen) · Tidak ada proses pemanasan terminal atau tahap menghancurkan yang diterapkan setelah pengemasan oleh produsen atau tahap penghancuran yang diterapkan sebelum memasuki fasilitas pabrik pengolah makanan (diterapkan pada bahan baku dan ingredient yang masuk ke dalam fasilitas pengolahan makanan) | Tidak ada bagi konsumen untuk medeteksi , menghilangkan, atau menghancurkan bahan kimia berbahaya atau bahan fisik berbahaya |
Adapun langkah dalam analisis bahaya dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Langkah 1
ü Me-ranking makanan dan bahan mentah atau ingredient sesuai dengan keenam sifat bahaya sebagaimana disajikan pada tabel di atas (tabel.2)
ü Makanan diberi skor penggunaan, misalnya (1) apabila makanan mempunyai sifat bahaya dan (0) apabila makanan tidak mempunyai sifat bahaya
Langkah 2
ü Menetapkan kategori risiko (0-VI) pada makanan dan bahan mentah serta ingredient berdasarkan hasil rangking dengan karakteristik bahaya.
Berikut ini hasil penetuan kriteria bahaya dengan matriks Pierson dan Corlett pada produk lidah asap dalam penetapan sifat bahaya fisik dan kimianya, karena yang menjadi penekanan pada produk ini adalah bahaya adanya racun benza piren dan benza antracen.
Tabel.3 Penetapan Sifat Bahaya Fisik dan Kimia Lidah Sapi Asap
Produk | Bahaya Fisik dan Kimia yang Berkaitan pada Produk Lidah Sapi Asap | Kategori Bahaya | |||||
(Nilai 1 untuk Ya dan 0 untuk Tidak) | |||||||
Risiko Tinggi Populasi Khusus | Bahan Peka Bahaya Fisik dan Kimia | Tidak Ada Tahap Penghilangan Bahaya Fisik dan Kimia | Rekontaminasi antara Proses Sebelum Pengemasan | Kelalaian Penanganan Distribusi atau Konsumsi | Tidak Ada Perlakuan Panas atau Dingin oleh Konsumen | ||
A | B | C | D | E | F | ||
Lidah Sapi Segar | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 4 |
Garam Nitrit dan Nitrat | 0 | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 3 |
Air Bersih | 0 | 1 | 0 | 0 | 1 | 1 | 3 |
Kayu Bakar | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 1 | 3 |
Lidah Sapi Asap | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 3 |
Tabel.4 Penentuan Kategori Risiko pada Lidah Sapi Asap
Ingredient Pangan atau Produk | Sifat Bahaya (A, B, C, D, E, F) | Kategori Risiko |
Lidah Sapi Segar | Empat + (B, D, E, F) | IV |
Garam Nitrit dan Nitrat | Tiga + (C, E, F) | III |
Air Bersih | Tiga + (B, C, F) | III |
Kayu Bakar | Tiga + (B, E, F) | III |
Lidah Asap | Tiga + (B, D, F) | III |
A. MEMAHAMI BAHAYA POTENSIAL
Benzo(a)piren,atau benza piren C20H12 dan dibenza antracen adalah hidrokarbon aromatik polisiklik lima cincin yang memiliki sifat mutagenik dan sangat karsinogenik. Benzo(a)piren merupakan produk proses pembakaran yang tidak sempurna pada suhu 300-600°C.
Benzo(a)piren merupakan prokarsinogen, yang berarti bahwa mekanisme karsinogenesis dari benzo(a)piren tergantung dari metabolism enzimatik benzo(a)piren menjadi senyawa mutagen, yaitu benzo(a)piren diol eposida.
Pembentukan benza piren dan di benza antracen, terjadi karena kesalahan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung karbon seperti kayu. Proses pembakaran yang tidak sempurna tersebut dipengaruhi oleh jenis kayu yang, teknik pembakaran, serta banyaknya kayu yang digunakan. Pembentukkan senyawa tersebut dapat terjadi pada pengasapan daging, lidah, ikan dan sosis asap.
Adanya senyawa tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan karena bersifat karsinogenik atau menyebabkan gangungan kesehatan yaitu mengebabkan sel kanker terutama pada produk lidah sapi asap yang mengandung 1,4 – 4,5 Ppb atau 1400 – 4500 Ppm. Keracunan benza piren dan dibenza antracen dihubungkan dengan pengkonsumsian ikan dan daging asap yang dalam jangka panjang akan menyebabkan pembentukan sel –sel kanker.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara senyawa ini dengan munculnya kanker. Penelitian Saunders et al, (2006), dan penelitian Slotkin dan Seidler, (2009) menunjukkan bahwa benzo (a) piren menjadi penyebab terjadinya toksisitas saraf akut melalui proses stres oksidatif dan terjadinya diferensiasi pembelahan sel saraf (6,9). Desissenko et al, (1996) menunjukkan bahwa secara molekuler komponen asap tembakau yaitu benzo(a)piren menjadi penyebab munculnya kanker paru-paru melalui kerusakan genetik (DNA) sel paru-paru. Senyawal ini akan berinteraksi dengan DNA dengan berikatan secara kovalen pada nukleofilik basa nukleat Guanin di posisi atom N2 posisi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya distorsi ikatan DNA yang akan mempengaruhi mutasi dengan pada struktur dobel helik DNA (3,8,11,12).
a. Pembentukan Racun Benzapyren dan Dibenza Antracen
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Teknik ini sekaligus memungkinkan dilakukannya proses kontinyu dalam produksi lidah asap. Temperatur optimum reaksi ini adalah 40oC. Selain itu juga dapat digunakan katalis padat (solid catalyst) dari gula dengan cara melakukan pirolisis terhadap senyawa gula (D-glucose dan sucrose) pada temperatur di atas 300oC. Proses ini menyebabkan karbonisasi tak sempurna terhadap senyawa gula dan terbentuknya lembar-lembar karbon aromatik polisiklis (polycyclic aromatic carbon sheets). Asam sulfat (sulphuric acid) kemudian digunakan untuk mensulfonasi cincin aromatik tersebut sehingga menghasilkan katalis.
b. Pengontrolan Terhadap Pembentukan Racun Benza Pyren Dan Benza Antracen
Pengontrolan terhadap pembentukkan racun benza pyren dan benza antracen ini dapat dilakukan dengan cara pencegahan dan pengontrolan terhadap factor-faktor yang dapat mempengaruhi pada proses pembakaran yang tidak sempurna.
Tindakan pencegahan terbentuknya racun benza pyren dan benza antracen pada proses pengolahan lidah sapi asap dapat dilakukan sebagai berikut: Sebelum dilakukan pengasapan, terlebih dahulu lidah dilumuri garam nitrit dan nitrat, bahan ini berfungsi sebagai pencegah tumbuhnya mikroba pathogen dan mempertahankan warna sekaligus sebagai bumbu. Ini akan membuat daging lebih lembut sehingga mengurangi waktu pengasapan.
Adapun tindakan pengontrolan terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pada proses pembakaran yang tidak sempurna yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Pengaturan suhu pirolisis dan waktu
2. Pemilihan jenis dan kondisi kayu bakar
3. Jarak antara rak bahan dengan sumber asap
4. Pengaturan jumlah kayu
5. Penggunaan api yang tidak terlalu besar
6. Kelembaban udara pada proses pengasapan
7. Kandungan udara pada kayu
c. Pendeteksian racun benzapyren dan benza antracen
· Test secara kualitatif : dapat dilakukan dengan cara HPLC yaitu dengan mengacu pada standar peak.
· Tes secara kuantitatif (kimia) merupakan cara yang paling efektif untuk mengetahui kadar / adanya senyawa benzapiren dan benca atracen dapat dilakukan dengan metode uji PAHs baik menggunakan Gas Chromatography (GC) maupun High performance Liquid Chromatography (HPLC). PAHs diisolasi dengan menggunakan silika cartridge, individual PAH dipisahkan dan ditentukan dengan reverse phase HPLC menggunakan detektor fluorescence. Saat ini Balai Besar Industri Agro juga sedang melaksanakan penelitian dan pengembangan implementasi metode uji PAHs dengan menggunakan teknik HPLC pada produk minyak, margarin dan asap cair.
A. PENENTUAN SIGNIFIKASI BAHAYA (PENETAPAN KATAGORI RESIKO)/ MENENTUKAN JIKA BAHAYA POTENSIAL ITU PENTING.
Kriteria penentuan apakah bahaya pembentukan senyawa benzapiren dan benza antracen penting atau tidak
1. Pada tingkat tidak aman senyawa benzapiren dan benza antracen mungkin dapat terjadi pada proses pengolahan terutama dengan menggunakan proses pembakaran dan pengasapan dengan bahan bakar yang mengandung karbon seperti kayu, batu bara dan lain-lain, sedangkan pada tahap bahan mentah dan pengemasan tidak memungkinkan.
2. Pada tingkat aman senyawa benzapiren dan benza antracen kemungkinan dapat terjadi pada saat pemrosesan dalam tahapan proses produksi terutama yang melibatkan proses pembakaran.
3. Pada setiap tahapan proses pengolahan makanan asap pembentukkan senyawa benzapiren dan benza antracen akan tetap ada meskipun telah dilakukan pencegahan dengan melakukan proses pengontrolan pula terhadap faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada proses pembakaran kayu yang tidak sempurna. Hal tersebut hanya dapat mengurangi racun benzapiren dan benza antracen saja, tidak dapat menghilangkan sepenuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar