Kamis, 29 Oktober 2009

klasifikasi BTP (Bahan Tambahan Pangan)

Klasifikasi BTP (Bahan Tambahan Pangan)

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna,
yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan,
yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet,
yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4. Antioksidan,
yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal,
yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
5. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa,
yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
6. Pengatur keasaman (Pengasam, Penetral, dan Pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
7. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
8. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
9. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mence¬gah melunaknya makanan.

10. Sekuestran,
yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya:
l. Enzim,
yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat rnenguraikan secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi,
yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan,
yaitu BTP yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.
Sifat, Kegunaan dan Keamanan BTP

Dari beragam jenis BTP seperti yang telah disebutkan di atas sebenarnya hanya beberapa yang penggunaannya pada makanan lebih sering dibandingkan dengan BTP lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan BTP yang sering digunakan tersebut dijelaskan di bawah ini.
1. Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
• Memberi kesan menarik bagi konsumen
• Menyeragamkan warna makanan
• Menstabilkan warna
• Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
• Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur mela¬lui peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam rnakanan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Tetapi masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta harganya lebih murah, dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanau jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu, pisang dan tahu goreng dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di dalam makanan walaupun dalam jumlah sedikit.
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi penggunaan bahan pewarn alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah:
• Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg, dan yogurt beraroma (150 mg/kg)
• Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/k, dan lemak dan minyak makan (secukupnya).
• Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya).
• Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krrm dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak makan (secukupnya).
2. Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:
• Rasanya lebih manis
• Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
• Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
• Harganya lebih manis.
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempu¬nyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut sebagai "biang gula".
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena terbukti berbahaya bagi kesehatan. Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Hal ini mendorong produsen rninuman ringan dan makanan jajanan untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada alasan ekonorni karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat kemanisan pemanis buatan jauh lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya cukup dalarn jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg – 3 g/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 mg/kg maka jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikonsumsi per hari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita rnengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya boleh mengkonsumsi 25/500 x 1 kg atau 50 g kue.
Penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalam makan adalah sebagai berikut:
• Sakarin (dan garam natrium sakarin), untuk saus, es lilin,minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (300mg/kg), es krim, dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (200 mg/kg), permen berkalori rendah (100 mg/kg), serta permen karet dan minuman ringan fernentasi berkalori rendah (50 mg/kg).
• Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), un¬tuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg), pernen berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (500 mg/kg).
• Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain (120 mg/kg).
• Aspartam
3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jeli dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:
• Benzoat (dalam bentuk asam, atau gararn kalium atau natrium benzoat),
yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg,/kg), serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1 g/kg).
• Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat),
yaitu bahan pengawet untuk roti (2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).
• Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat),
yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).
• Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju (1 g/kg).
• Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit),
yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).

manfaat tomat

Manfaat Tomat

1. Kaya antioksidan
Dalam pigmen warna merah pada tomat, mempunyai nilai lebih lainnya. Warna merah pada tomat lebih banyak mengandung lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat menghancurkan radikal bebas dalam tubuh akibat rokok, polusi dan sinar ultraviolet. Selain itu, belakangan diketahui lycopene juga berkhasiat membantu mencegah kerusakan sel yang dapat mengakibatkan kanker leher rahim, kanker prostat, kanker perut dan kanker pankreas. Likopen terdapat pada bagian dinding sel tomat. Oleh karena itu, pemasakan dengan sedikit minyak dapat melepaskan komponen ini. Sebagai tambahan, pemasakan tomat dengan minyak zaitun (olive oil) memudahkan tubuh menyerap likopen dengan lebih baik (Ahuja et al., 2003). Penyerapan lycopene oleh tubuh akan meningkat saat tomat diproses menjadi jus, saus, atau produk lain.

2. Menurunkan risiko kanker prostat
Lycopene rupanya tak cuma berperan dalam menekan risiko kanker prostat. Dr David Yeung Director of Corporate Nutrition, H.J. Heinz Company melaporkan orang yang mengkonsumsi tomat dan produk olahannya secara teratur cenderung "terbatas" dari penyakit jantung koroner. Ini sejalan dengan penelitian di University of South Carolina.

3. Mengurangi rasa mual
Rasa asam pada tomat berasal dari kandungan asam sitrat menyebabkan tomat terasa segar, sehingga dapat menambah nafsu makan. Rasa asam ini sangat baik dokonsumsi saat kita mengalami mual atau dikonsumsi oleh para wanita yang mengalami PMS (Pre Menstrual Syndrome). Jika tak kuat dengan rasa masamnya, terutama untuk yang yang memiliki penyakit maag, Leane tak menyarankan mengkonsumsinya walapun dalam bentuk jus yang sudah ditambah gula, sebab akan memperburuk kondisi penyakit.

4. Menigkatkan kesuburan pria
Kabar baik bagi kaum pria datang dari All Indian Institute of Medical Science di New Delhi. Penelitian yang melibatkan 30 pria tak subur berusia 23-45 tahun menunjukkan tomat bisa meningkatkan kesuburan pria. Risiko serangan jantung pada penderita dengan kadar lycopene tinggi dalam jaringan lemak lebih rendah dibanding sebaliknya.

5. Cegah penggumpalan darah
Manfaat tomat sebenarnya sudah di teliti sejak lama, seperti penelitian DR. John Cook Bennet dari Wiloughby University, Ohio, yang dilakukan pada November 1834. Hasil penelitiannya menunjukkan tomat dapat mengobati ganguan pencernaan, diare, memulihkan fungsi lever dan serangan empedu. Peneliti lain dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, menemukan gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah penggumpalan dan pembekuan darah penyebab stroke dan penyakit jantung. Tomat juga mampu memulihkan lemah syahwat dan meningkatkan jumlah sperma serta menambah kegesitan gerakannya

aspek mutu pengolahan saus tomat

Aspek Mutu Pengolahan Saus Tomat
A. Tomat
Solanum lycopersicum (buah tomat) sebenarnya berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Hasil penelitian American Assosiation for Cancer Research, zat licopen atau antioksidan yang memberi warna merah pada pada tomatdiketahui memiliki emampuan mencegah kanker prostat, payudara, rahim dan menyusutkan tumor. Kandungan vitamin C dalam buah tomat relative cukup banyak sehingga dipercaya mempercepat kesembuhan luka, mencegah terjangkitnya penyakit skorbut, menghindarkan perdarahan dan pembuluh darah halus, dan membat kulit bebas dari jerawat. Kandungan vitamin A pada tomat juga cukup tinggi bisa membantu penyembuhan buta malam. Tanaman tomat dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu:
1. Tomat biasa
Tomat biasa banyak ditanam di daerah dataran rendah, bentuk buahnya bulat pipih dan tidak beraturan.
2. Tomat Apel
Tomat apel cocok ditanam di daaerah pegunungan, bentuk buahnya bulat, kuat, dan sedikit keras seperti buah apel.
3. Tomat Kentang
Bentuk buah tomat kentang mirip apel, hanya ukurannya lebih kecil
4. Tomat Keriting
Bentuk buah tomat keriting lonjong, keras seperti pepaya dan lebih dikenal sebagai tipe roma atau tomay gondol. Banyak disenangi karena kulitnya tebal.

Gambar Tomat
Namun buah tomat tidak setiap saat dapat diperoleh. Hal ini disebabkan karena masa panen tanaman tomat hanya 2 kali dalam satu tahun. Selain itu juga tomat tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Apabila panen selesai maka buah tomat cukup sulit diperoleh, jika adapun harganya menjadi sangat mahal yaitu lebih 10-30 kali harga saat panen. Disamping kelangkaan buah tomat di pasar, terkdng jika saat panen tiba, sering kali antara produksi dan permintaan pasar tidak seimbang. Akibatnya banyak buah tomat yang busuk karena produksi yang berlimpah. Seperti pada umumnya, seperti pada saat musim panen tomat, produk yang diperoleh berlimpah. Bahkan, sebagian (30-40%) terpaksa dibuang karena tidak tertangani sehingga membusuk. Akibat yang ditimbulkan adalah harga tomat menjadi merosot hingga 1/10 sampai 1/25 dari harga normal. kejadian tersebut selalu terulang setiap tahun.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu buah tomat tidak tahan disimpan di udara terbuka karena hanya mampu bertahan selama 3-4 hari, sedangkan apabila disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5°C-10°C masa segarnya menjadi 1-2 minggu. Untuk buah tomat yang masih mentah pada kondisi yang sama akan tetap segar selama satu bulan, dengan resiko proses pematangannya menjadi tehambat. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka buah tomat dapat diolah menjadi produk setengah jadi yaitu misalnya saus tomat. Pengawetan ini hanya bersifat sementara untuk mrngrjar masa panen dan menunggu waktu atau giliran diproses lebih lanjut. Dengan dijadikan saus tomat, nilai jual tomat semakin bertambah. Pendayagunaan tomat menjadi saus, tidak lepas dari kandungan unsure gizinya. Berikut ini kandungan gizi buah tomat per 100 gram.
No Zat gizi Tomat
Muda Masak
1 Protein (g) 2 1
2 Lemak (g) 0,7 0,3
3 Karbohidrat (g) 3,8 4,2
4 Mineral (mg) 1 0,5
5 Kalsium (mg) 5 5
6 Fosfor (mg) 27 27
7 Zat besi (mg) 0,5 0,7
8 Vitamin A (SI) 96 450
9 Vitamin B (mg) 0,07 0,06
10 Vitamin C (mg) 30 40
11 Air (%) 93 94

B. Saus Tomat
Saus adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (sama dengan tanpa rasa pedas). Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saos mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali diberi pengawet. Saos atomat ( tomato catstup ) merupakan salah satu produk yang termasuk dalam kelompok makan olahan atau awetan dengan tekstur setengah basah (intermediate moisture food ) yang berupa bubur berwarna merah segar. Dalam kondisi setengah basah produk menjadi lebih mudah rusak. Oleh karena itu, perlu di lakukan pengemasan agar awet dalam jangka waktu yang relatif lama serta mempermudah pendistribusiannya. Saos tomat sebaiknya di kemas dalam botol - botol dari bahan gelas atau plastik dan tutup dan dalam keadaan tutup rapat, saos tomat terlindungi dari segala pengaruh yang berasal dari luar seperti mikroba penyebab kebusukan, cuaca dan air hujan.
Masyarakat Indonesia telah mengenal saus tomat sejak beberapa tahun yang lalu. Saus tomat biasanya dikonsumsi sebagai bahan penyedap makanan. Karena rasanya yang khas dan banyak diminati oleh masyarakat pada umumnya. Kalau kita mau ke sebuah restoran yang menyediakan masakan cina, terutama para penggemar mie bakso, biasanya di meja makan telah tersedia berbagai botol atau tempat yang digunakan untuk mewadahi saus tomat, sambal, garam dan cuka. Fungsi dari berbagai barang yang disebutkan tadi adalah sebagai penyedap makanan yang dihidangkan. Komoditi ini hanya dijual baik dipasar tradisional maupun diberbagai super market. Dalam kehidupan sehari-hari tomat hanya digunakan sebagai di dapur sebagai bumbu sayur dan pelengkap bumbu atau penyedap masakan, akan tetapi setelah menjadi saus dengan cita rasa yang khas maka saus tomat cock dihidangkan dengan beranekaragam makanan.
C. Kandungan Zat Gizi Saus Tomat
Kandungan gizi pada saus tomat memang sulit dibuktikan karena selain diperlukan waktu, biaya juga harus diperhitungkan. Kandungan gizi pada saus tomat bisa saja berkurang karena dalam proses pengolahan banyak kemungkinan yang bisa terjadi, terutama unsur-unsur yang peka terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti temperature pemanasan, waktu pemanasan yang terlalu lama, pengadukan, serta penghancuran. Namun kenyataanya yang sering dijumpai justru terjadi peningkatan zat-zat gizi sebagai akibat penambahan bumbu kecuali vitamin C karena pemanasan pada temperature yang tinggi (lebih dari 1000°C) dan dalam waktu yag relatif lama akan mempengaruhi terhadap kondisi vitamin C. berikut ini perbandingan komposisi anatara tomat dan saus tomat per 100 gram bahan:
No Zat Gizi Tomat Saus tomat
1 Protein (g) 1 2
2 Lemak (g) 0,3 0,4
3 Karbohidrat (g) 4,2 24,5
4 Kalsium (mg) 5 12
5 Fosfor (mg) 27 18
6 Zat besi (mg) 0,5 0,8
7 Vitamin A (SI) 450 -
8 Vitamin B (mg) 0,06 0,09
9 Vitamin C (mg) 40 11
10 Air (%) 94 69,5
D. Proses Pengolahan Saus Tomat
• Bahan yang diperlukan
Penggunaan bahan tergantungpada tingkat kualitas dan kapasitas produk yang akan dibuat. Syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah kondisi bahan harus dalam keadaan baik. Berikut ini bahan yang diperlukan:
1. Buah tomat
Sebagai bahan baku utama tidak ditentukan berdasarkan jenis maupun varietasnya, akan tetapi pemilihan tomat didasarkan atas umur (tua) tingkat kematangan, tingkat kesegaran dan tidak diserang hama atau penyakit. Buah tomat yang akan diolah tidak boleh ada bagian yang berwarrna hijau karena akan mempengaruhi warna dari saus tomat menjadi kecoklatan sehingga menurunkan mutu dari saus. Apabila semua persyaratan dapat terpenuhi maka kualitas produk pasti akan baik. Untuk menjamin kualitas produk saus sebaiknya buah tomat dipetik pada waktu matang dipohon karena kandungan gizi dan nutrisinya maksimal.

2. Bumbu
Bumbu-bumbu terdiri dari bawang putih giling, bawang merah giling, merica bubuk kayu manis bubuk, gula pasir putih bersih yang telah dihaluskan, cabe giling, dan garam halus. Gula pasir berperan sebagai pemanis sekaligus pengawet, akan tetapi karena kadarnya relatif kecil, maka kemampuan untuk mengawetkan juga kecil. Kebutuhan gula dalam pembuatan saus tomat sebanyak 10-15% dari bobot total bahan baku. Biasanya garam ditambahkan sebanyak 2-5% bobot dari total bahan bakunya. Garam hanya ditambahkan untuk memantapkan cita rasa dari saus tomat.
3. Bahan pengental
Untuk membuat sari buah tomat menjadi kental diperlukan waktu pemanasn yang relatif cukup lama, sehingga seluruh zat gizi yang terkandung didalamnya bisa rusak. Oleh sebab itu dalam pembuatan saus tomat perlu dibantu dengan bahan pengental yaitu diantaranya:
 Bahan pengental alami
Bahan pengental alami adalah berasal dari hasil pertanian yang memiliki kandungan seperti pectin dalam buah papaya, kasein dan susu, gelatin dalam kulit binatang dan agar-agar dalam rumput laut (mengandung yodium).
 Bahan pengental buatan
Salah satu bahan pengental buatan adalah CMC (carboxy methyl cellulosa). Bahan ini kekentalanya baru tampak bila suhunya berada dibawah 20°C. CMC tidak mengandung unsur-unsur yang bermanfaat bagi kesehatan serta harganya sangat mahal. Bahan pengental yang memenuhi syarat sebagai pengental saus tomat berdasarkan kandungan gizi didalamya serta harganya yang relatif lebih murah adalah pectin yang berada dalam buah papaya matang dan ubi jalar. Selain itu kandungan gizi pepaya dan ubi jalar juga lebih tinggi daripada agar-agar yang harganya jauh lebih mahal.



Tabel kandungan gizi pepaya dan ubi jalar dan agar-agar per 100 gram bahan.
No Kandungan gizi Papaya Agar-agar Ubi jalar
1 Protein (g) 0,5 0 1,8
2 Lemak (g) 0 0,2 0,7
3 Karbohidrat (g) 12,4 0 27,9
4 Mineral (mg) 0,6 0 1,1
5 Kalsium (mg) 23 400 30
6 Fosfor (mg) 12 125 49
7 Zat besi (mg) 117 5 0,7
8 Vitamin A (SI) 110 0 23,1
9 Vitamin B (mg) 0,04 0 0,09
10 Vitamin C (mg) 10 0 20
11 Air (%) 86,5 17,8 68,5
Apabila papaya dipilih sebagai bahan pengental, selain harganya murah, unsur gizi dalam saus tomat juga makin meningkat. Perbandingan jumlah tomat dan papaya umumnya adalah 55:45 (jika tomat 55% maka papaya 45% dari berat total). Akan tetapi perbandingan tersebut dapat diubah disesuaikan dengan kebutuhan. Jenis papaya yang baik dan memenuhi syarat untuk bahan pengental saus tomat adalah papaya yang dagingnya keras dan berwarna merah jingga misalnya papaya Thailand. Warna merah pada papaya tersebut tidak akan hilang karena pengaruh panas pada saat diproses dan akan terus mewarnai produk jadinya sehingga mengurangi kebutuhan bahan pewarna. Sedangkan produk saus tomat dengan kualitas rendah biasanya menggunakan ubi jalar sebagai bahan pengental yang memiliki kemampuan membentuk tekstur gel. Penggunaan ubi jalar langsung tampak apada warna saus tomatnya yang tidak berwarna merah cerah tetapi merah gelap atau merah tua sebagai akibat terjadinya reaksi browning pada enzim yang terkandung dalam ubi jalar saat pengolahan
4. Pengawet.
Pengawet adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak saus. Produksi saus tomat dapat mencapai tingkat keawetan yang maksimal, tidak hanya tahan selama masih terisolasi atau berada dalam botol tertutup, tetapi tetap awet meskipun tutupnya sudah dibuka atau sampai saus habis dikonsumsi. Pengawetan dapat berlangsung lama jika disampaing diterapkan teknik pengolahan dan pengawetan secara benar, juga ditambahkan bahan pengawet saus yaitu asam benzoate (1-25 g/kg saus) dan asam sorbet (1-4 g/kg saus). Kedua jenis bahan pengawet tersebut dapat digunakan secara bersamaan apabila menghendaki saus tomat dapat tahan disimpan sampai habis terpakai atau dikonsumsi.
 Asam benzoate
Asam benzoat (C6H5COOH) atau garamnya (sodium benzoat dan kalsium benzoat) adalah larut dalam air larut dalam air (21,0 gram per liter). Senyawa benzoat dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir, bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, pikel, saus sari buah dan sirup. Efektifitas (daya guna) asam benzoat berkurang jika makanan mengandung lemak. Efektifitas benzoat bertambah jika bahan banyak mengandung garam dapur (NaCl) dan gula pasir. Senyawa benzoat dapat digunakan pada makanan dan minuman pada konsentrasi 400 sampai 1000 mg per kg bahan. Untuk keperluan pengolahan saus ini, jumlah asam atau sodium benzoat yang digunakan adalah 8 gram. natrium benzoat tergolong bahan yang mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Ini tergantung dari kondisi tubuh masing-masing, ada orang yang tubuhnya dapat mengeluarkan natrium benzoate secara alami dan ada yang tidak. Na-Benzoat digunakan untuk mencegah tumbuhnya kaomatpang (jamur) yang menjadi masalah pada penyimpanan saos.
 Asam sorbat
Untuk menjaga agar saus tomat tidak tumbuh janmur (sesudah tutupnya dibuka) maka takaran yang diperkenankan digunakan yaitu 1-4 g/kg saus tomat, apabila lebih dari takaran melebihi aturan sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia karena melanggar aturan pemerintah.
5. Pengasam atau bahan penyegar
Agar cita rasa saus tomat menjadi segar maka perlu ditambahkan bahan-bahan yang memiliki rasa asam yang sesuai dengan rasa asam. Pengasam digunakan untuk mengasamkan atau untuk menurunkan pH saus menjadi 3,8~4,4. Pada pH rendah pertumbuhan kebanyakan bakteri akan tertekan dan sel genaratif serta spora bakteri sangat sensitif terhadap panas. Dengan demikian proses sterilisasi bahan yang ber pH rendah dapat dilakukan dengan suhu mendidih (100°C) dan tidak perlu dengan suhu tinggi (121°C). Asam juga bersinergi dengan asam benzoat dalam menekan pertumbuhan mikroba.
 Asam sitrat
Selain memberikan rasa segar pada produk saus tomat, asam sitrat memiliki kemampuan memperbaiki sifat koloid pada produk yang mengandung pectin, memperbaiki tekstur saus tomat, meningkatkan aktivitas benzoate dan mencerahkan warna produk (antioksidan). Jumlah asam yang diperlukan adalah asam nitrat sebanyak 0,8-1,5 g/kg saus tomat.
 Asam cuka
Asam cuka atau (CH3COOH) untuk saus tomat digunakan sebanyak 1,2-2% dari cuka yang konsentrasinya 25% .
6. Bahan pewarna merah
Sebenarnya bahan pewarna merah jarang digunakan karena warna yang diberikan bahan bakunya yaitu tomat, papaya dan cabai cukup mendukung. Namun apabila masih kurang maka dapat ditambahkan bahan pewarna dengan takaran tertentu karena telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang mengatur pewarna bahwa diperbolehkan menggunakan bahan pewarna tetapi sesuai dengan takaran.
7. Air
Air yang digunakan dalam proses produksi baik untuk pencucian maupun perendaman dan terutama yang dicampurkan pada bahan adalah harus memenuhi persyaratan standar air minum yaitu bersih, jernih, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau serta tidk mengandung unsure logam ataupun bahan kimia serta bibit penyakit yang dapat membahayakan manusia dan memiliki derajar kesadahan nol.
8. Kemasan
Dalam industri pengolahan dan pengawetan pangan, pengemasan merupakan proses akhir yang sangat menentukan keberhasilan perluasan jangkauan distribusi dan memperlancar pemasaran. Kemasan tidak hanya sekedar sebagai wadah atau pembungkus produk, akan tetapi sekaligus berguna untuk membuat penampilan lebih menarik dan meningkatkan harga jual. Pengemasan akan melindungi saus tomat secara fisik ataupun kimiawi, mempermudah penyimpanan dan distribusi serta sebagai alat promosi karena saus tomat yang dibiarkan dalam keadaan terbuka akann berkurang daya tahannya dan menjadi muda rusak. Untuk menyimpan saus tomat sebaiknya digunakan botol yang jernih, tidak berwarna dan bermulut besar. Kemasan jenis botol lebih bagus dibandingkan kemasan yang lain karena tidak akan bereaksi dengan produ. Kemasan saus tomat perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar mampu mendukung upaya pengawetan.
9. Segel pengaman
Botol-botol yang menggunakan tutup dari bahan plastik perlu dilengkapi dengan segel pengaman sehingga dapat diketahui bila tutupnya pernah dibuka.

E. Proses Pembuatan Saos Tomat
Kebersihan merupakan syarat mutlak yang harus diperhatkan dalam pengolahan dan pengawetan saos tomat karena berkaitan langsung dengan keselamatan hidup manusia. Apabila syarat kebersihan tak terpenuhi selain dapat membahayak konsumen, bisa juga untuk menjaga kualitas produk, harus diperhatikan juga pemilihan bahan- bahan berkualitas, proses pembuatannya benar, syarat higienis terjamin, serta ketepatan pemberian bahan pengawet dan pengemasannya. Demikian juga halnya dengan peralatan yang digunakan, sebaiknya tidak terbuat dari logam seperi aluminium, kuningan dan besi. Hal ini disebabkan karena bahan atau campuran untuk membuat saos tomat bersifat asam, maka dikhawatirkan antara alat dan bahan bereaksi membentuk ikatan logam yang bersifat racun. Strategi pengadaan bahan agar bisa tersedia sepanang tahun,, perlu di lakukan pengaturan. Saat musim panen, sebaiknya perusahaan tidak melaksanakan proses produksi saos tomat bisa dimulai lagi. Alat yang diperlukan diantaranya:

1. Timbangan
Timbangan yang digunakan untuk menimbang bahan baku tomat dapat digunakan timbangan gantung atau timbangan duduk sementara timbangan halus digunakan untuk menimbang bahan kimia seperti bahan pengawet, bahan pewarna dan bahan penyegar.
2. Gelas ukur
Untuk mengukur volume dapat digunakan gelas ukur ( kaca atau plastik ) atau alat ukur pengganti seperti gelas minum ( 200 ml ) dan sendok makan.
3. Termometer
Untuk mengukur suhu atau temperatur dapat digunakan termometer atau berdasarkan tanda secara fisik seperti hangat suam - suam kuku sekitar 400 - 500 C.
4. Saringan
Digunakan untuk menyaring bahan dalam keadaan dingin ( suhu kamar ) dan ada juga saringan kawat yang digunakan untuk menyaring bubur tomat dalam keadaan panas. Sementara untuk menyaring cairan panas atau dingin sebaiknya menggunakan kain.
5. Blender
Pada proses pembuatan saos tomat, terdapat kelompok bahan yang perlu dihancurkan, yaitu buah tomat, cabai merah, pepaya, dan bumbu. Blender dapat digunakan menghancurkan bahan - bahan tersebut dalam waktu yang relatif pendek ( 1- 3 menit ). Apabila blender tidak tersedia dapat digunakan parut, lumpang beserta alunya atau cobek untuk menghancurkan bumbu .
6. Kompor
Untuk memasak dapat digunakan apa saja asal memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan, seperti tungku, kompor minyak tanah atau kompor Gas.
7. Pisau
Untuk keperluan mengupas, mengiris dan memotong bahan maupun bumbu saos tomat dapat digunakan pisau dapur dengan landasan telenan ( terbuat dari kayu / plastik ).
8. Alat penutup botol
Untuk menutup botol kaca ukuran 340 ml atau 630 ml dapat digunakan penutup botol manual
9. Gayung
Untuk memindahkan saos tomat dalam keadaan panas.
10. Corong
Untuk memasukkan saos tomat kedalam botol biasa terbuat dari plastik.

F. Pengolahan Saus Tomat



 Buah tomat dipilah-pilah (sortasi) dari tomat yang mempunyai kualitas bagus dan segar dan tidak cacat dengan tomat yang berkualitas jelek karena kelaitas buah tomat menentukan hasil akhir produk saus, apabila tomat yang diolah mempunyai kualitas jelek maka mutu saus menjadi menurun. Buah tomat terlebih dahulu dicuci untuk membuang kotoran yang menempel pada buah. Kotoran umumnya berupa percikan tanah, debu dan zat-zat kimia (obat-obatan dan pupuk semprot). Selain memberi kesan kotor, percikan tanah juga dapat membawa penyakit dan sejumlah mikroba berbahaya. Zat-zat kimia yang menempel pada buah, khususnya pestisida, jika terdapat dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan keracunan. Bagian tangkai yang agak hitam pada buah tomat dibuang kemudian tomat direndam dalam air yang telah diberi kaporit 10 ppm selama 10 menit untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada buah tomat yang dapat menjadi sumber kontaminan.
 Suhu pemasakan yang digunakan 80-90°C. Bila proses pemanasan terlalu lama dengan suhu yang terlalu tinggi maka saus akan menjadi padat atau tidak kental seperti layaknya saus. Cara memeriksa kekentalan yaitu dengan cara diangkat adona saus dengan kayu, jika sedikit saus yang menempel tidak lagi mengalir jatuh berarti saus suda cukup kental atau bila saus dituangkan pada piring tidak berubah bentuk
 Langkah dalam proses pengemasan yaitu terlebih dahulu mencuci botol kemasan dengan dengan bersih tetapi sebelumnya botol direndam terlebih dahulu dalam air selama 1-2 jam untuk menghilangkan debu atau kotoran yang menempel yang dapat mempengaruhi daya simpan pada produk. Botol kaca kemasan yang bersih direndam di dalam air yang mengandung kaporit 5- 10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1m3 air) selama 30 menit di dalam wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air peredaman tersebut dalam kondisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus sampai mendidih. Setelah mendidih api dikecilkan sekedar untuk mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan selama pengemasan. Sementara itu tutup botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada air mendidih. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan corong, saus panas segera dituangkan dalam botol. Botol hanya diisi sampai 4 cm di bawah mulut botol. Setelah itu sebuah tutup botol yang sedang direbus segera diangkat, dipasangkan pada mulut botol dan ditutup denganbantuan alat penutup botol. Pekerjaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat. Proses tersebut diulang sampai semua saus terkemas dalam botol.
 Untuk mengisikan saus tomat ke dalam botol perlu diatur agar botol kemasan yang telah disterilkan selesai pada saus masih dalam keadaan pana (lebih dari 90°C). hal ini dilakukan untuk menghindari kegiatan exhausting (penyedotan udara). Saus yang telah siap diamsukan hingga mengisi kurang lebih 90% dari botol kemasan agar botol dapat ditutup dengan baik tidak meluap keluar. Selanjutnya botol-botol ditutup rapat, kesempurnaan penutupan botol kemasan menentukan tingkat keawetan prodik saus tomat, sedikit saja kebocoran yang terjadi akan berakibat fatal sehingga saus tomat tidak akan ditumbuhi jamur dalam waktu yang relatif singkat. Untuk mengetahui botol-botol kemasan telah tertutup dengan rapat, perlu dilakukan pengecekan dengan cara meletakan botol-botol yang berisi saus tomat diatas rak dengan posisi terbalik dan diamati setiap hari, mungkin saja ada saus yang merembes keluar (bocor). Hal tersebut dialkukan selama kurang lebih 7-10 hari.
 Sterilisasi pada botol yang sudah berisi saus dan tertutup rapat direbus di dalam air mendidih selama 30 menit. Proses ini untuk membunuh banyak mikroba pembusuk yang dapat merusak bahan. Apabila hal terbut tidak dilakukan maka saus tomat akan mudah terkontaminasi. Setelah itu, botol dikeluarkan dari air mendidih dan disimpan dalam keadaan terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup harus dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang lain. Untuk mengoptimalkan proses sterilisasi sebaiknya telebih dahulu diatur waktu saat sterilisasi botol kemasan saat proses pengolahan, agar pada saat sterilisasi selesai dilakukan bersamaan waktunya dengan proses pengolahan saus tomat yang waktu itu masih panas (suhunya masih lebih tinggi dari saus tomat 90°C) dapat langsung dimasukan ke dalam kemasan yang juga masih panas. Supaya ketepatan waktu tersebut dapat tercapai, proses sterilisasi dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan produk saus tomat.



G. Proses Akhir Saus Tomat

 Pasteurisasi
Pasteurisasi sebenarnya merupakan proses akhir dari tahap pengawetan terhadap saos tomat yang telah dikemas berarti pasteurisisasi pelaksanaanya tidaklah sulit, tetapi sangat berarti terhadap kualitas produk. Apabila pasteurisasi tidak dlaksanakan, maka daya tahan saos tomat menjadi sangat berkurang dan serangkaian kegiatan kegiatan pengawetan yang sebelumnya sudah dilaksanakan tidak ada artinya. Pelaksanaan pasteurisasi terhadap botol - botol yang berisi saos tomat sangat sederhana, botol-botol yang berisi saos tomat setelah diperiksa kerapatannya (tidak bocor) kemudian dikukus selama kurang lebih 15 menit. Dengan demikian selesailah kegiatan pengawetan saos tomat.
 Segel
Berbagai kegiatan dalam proses akhir sebenarnya hanya menyangkut penampilan saos tomat dalam botol-botol kemasan yaitu pembersihan, pemasangan segel pengaman, dan pengamanan label. Kadangkala bagian luar botol saos tomat belepotan dengan saos tomat yang tercecer saat pembotolan. Apabila hal ini di biarkan begitu saja, maka nama baik perusahaan akan rusak dan dianggap jorok. Untuk memebersihkannya dilakukan dengan kain bersih yang dibasahi air lalu dilap dengan kain kering. Segel pengamanan berfingsi untuk melindungi tutup botol sehingga saus tomat tidak dapat dibuka tanpa lebih dulu merusak segelnya. Segel pengaman dipasang setelah tutup botol dinyatakan terpasang sempurna melaui pemeriksaaan.
 Label
Label berfungsi untuk menyampaikan berbagai informasi seputar produk yaitu komposisi bahan, cara penggunaan, nomor izin dan registrasi, umur produk, berat atau volume produk, pesan-pesan tertentu (misalnya 100% halal), dan pembatasan konsumen untuk penderita penyakit tertentu

H. Kesimpulan
Buah tomat yang akan diolah menjadi produk setengah jadi harus memperhatikan aspek-aspek mutu yang akan mempengaruhi pada kualitas produk saus tomat. Banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan dan dialakukan pada tahapan-tahapan pengolahan saus tomat dari mulai penanganan buah tomat yang baru dipanen hingga mejadi prodik saus tomat yang dikemas pada botol.














I. Daftar pustaka
 Anonim. 2001. Saos Tomat. http://www.iptek.net.id/ Diakses tanggal 18 Oktober 2009.
 Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
 Suprapti, Lies. 2000. Membuat Saus Tomat. Surabaya: PT Trubus Agrisarana
 http://google//.com
 http://wikipedia.org/wiki/tomat

kasus tentang perundangan pangan

1. Aspek Hukum Bahan Tambahan Makanan (BTM) pada Jajanan Anak

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, & bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan dalam bentuk makanan & minuman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, & reproduksi. Dalam pasal 1 UU no.7/1996, disebutkan bahwa “Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati & air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, & bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, & atau pembuatan makanan atau minuman”. Makanan jajanan anak merupakan sumber potensial yang mempunyai nilai komoditas & menunjang perekonomian dalam jalur informal karena banyak jajanan anak yang dibuat dalam skala kecil sebagai industri rumahan. Jajanan anak telah menjadi bagian dari keseharian anak. Hampir semua anak diberi uang jajan oleh orang tuanya. Padahal, belum tentu jajanan yang tersedia itu sesuai dengan standar mutu & jaminan bahwa jajanan tersebut aman & layak untuk dikonsumsi.
Saat ini, sangat banyak produsen jajanan anak yang tidak memperhatikan keamanan produknya. Mereka lebih memikirkan keuntungan yang dihasilkan, yaitu dengan modal sekecil-kecilnya tetapi mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan tanpa memperhatikan aspek keamanan & keselamatan konsumen. Contohnya, saat ini banyak sekali jajanan anak yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti zat pewarna yang dilarang yaitu pewarna tekstil seperti rodamin, kuning metanil, dst. Sebagian lagi ada yang mengandung boraks & formalin. Selain itu, pemanis buatan seperti siklamat & sakarin, juga pengawet benzoat melebihi ambang batas. Pemakaian bahan kimia ini sangat berbahaya bagi kesehatan & apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berlebihan jumlahnya sehingga bisa memicu timbulnya berbagai macam penyakit, termasuk penyakit kanker. Sedangkan secara jangka pendek, penggunaan zat-zat tersebut akan menimbulkan efek mual & sakit kepala. Badan POM & Depkes sendiri telah menetapkan aturan tentang Bahan Tambahan Makanan melalui Permenkes no.722/1998. Menurut Badan POM, saat ini pada lebih dari 60 persen makanan yang dijual di TKK & SD memiliki kandungan zat-zat berbahaya. Menurut pasal 1 (4) UU no.7/1996 menyatakan bahwa “Keamanan Pangan adalah kondisi & upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, & benda lain yang dapat mengganggu, merugikan & membahayakan kesehatan manusia.” Jadi, sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan & larangan untuk melindungi masyarakat dalam masalah makanan, termasuk jajanan anak.
Pada kenyataannya, masih banyak jajanan anak yang melanggar peraturan tanpa diketahui oleh konsumen. Kali ini, akan dibahas mengenai aspek hukum keamanan jajanan anak. Kita dapat lihat bahwa untuk menghasilkan produk makanan sehat bermutu harus menggunakan bahan makanan tambahan (BTM) yang aman & diizinkan oleh Badan POM. Penggunaan BTM dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Karena dampak dari penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi konsumen. Penyimpangan dalam pemakaiannya dapat membahayakan kesehatan konsumen. Salah satu permasalahan keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan BTM. BTM banyak digunakan pada jajanan yang umumnya diproduksi oleh industri kecil/rumah tangga. Contohnya, banyak jajanan anak yang dijual mengandung monosodium glutamat (MSG) untuk penyedap masakan. MSG jika digunakan dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan kanker, bahkan kematian. Selain itu, MSG dapat memicu reaksi alergi seperti gatal-gatal & muntah, & asthma, juga gangguan hati & kesulitan belajar.
Selain itu, salah satu jajanan anak yang paling laris adalah bakso yang diduga banyak mengandung formalin & boraks sebagai bahan pengawet & menjadikan bakso lebih kenyal. Makanan yang mengandung formalin & boraks dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti nyeri perut, muntah-muntah, gangguan sistem syaraf, & gangguan sirkulasi jantung/darah. Formalin & boraks sendiri biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat, pembasmi hama, & penghilang bau. Dalam dosis tinggi, formalin bisa menyebabkan kejang, sulit buang air kecil, muntah darah, kerusakan ginjal, & kematian. Juga, banyak jajanan yang menggunakan pemanis buatan. Pemanis buatan yang sering digunakan sebagian besar adalah pemanis buatan jenis sakarin & siklamat. Pemanis sakarin & siklamat tersebut merupakan jenis pemanis yang lebih ditujukan bagi penderita kencing manis (diabetes melitus) atau mereka yang sedang diet rendah kalori. Penggunaan sakarin yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Selain itu, untuk menarik minat anak untuk membeli jajanan, banyak produsen juga menggunakan zat pewarna tekstil yang membahayakan kesehatan.
Aspek Hukum Penggunaan BTM Penggunaan BTM dalam jajanan anak perlu diwaspadai, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Penyimpangan dalam pemakaian BTM dapat membahayakan. Perbuatan ini harus dicegah & ditindak secara tegas oleh pemerintah yang memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari penggunaan BTM yang tidak sesuai peraturan. Dari penelitian Badan POM, dari 163 sampel jajanan anak yang diambil di 10 provinsi, sebanyak 80 sampel (sekitar 50%) tidak memenuhi baku mutu keamanan pangan. Jajanan yang bermasalah itu mengandung boraks, formalin, zat pengawet ilegal, zat pewarna tekstil, penyedap rasa & pemanis buatan dalam jumlah berlebih, juga menggunakan garam yang tidak beryodium. Oleh karena hal tersebut, kita membutuhkan pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu, & bergizi. Kebijakan keamanan pangan & pembangunan gizi nasional merupakan bagian kebijakan pangan nasional termasuk penggunaan bahan tambahan makanan. Badan POM telah melakukan sosialisasi penggunaan BTM yang diizinkan dalam proses produksi makanan & minuman sesuai UU No. 23/1992 untuk aspek keamanan pangan, & UU No. 71/1996. Di sana diatur aspek keamanan mutu & gizi pangan, juga mendorong perdagangan yang jujur & bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, & kemandirian konsumen untuk melindungi diri dari dampak negatif yang ditimbulkan barang & jasa, termasuk pangan, ada UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tujuan seluruh peraturan-peraturan tersebut adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat terhadap penggunaan BTM yang dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, industri pangan perlu mewaspadai masalah penggunaan BTM.
Beberapa produk hukum lain telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya mendapatkan pangan yang aman & berkualitas untuk dikonsumsi oleh masyarakat di antaranya adalah PP no.28/2004 tentang keamanan, mutu & gizi pangan, juga Depkes mengeluarkan permenkes no. 722/1998 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan. Permenkes ini sesuai dengan Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) WHO yang mengatur & mengevaluasi standar bahan tambahan makanan, melarang penggunaan bahan tersebut pada makanan. Aturan ini diteruskan oleh Badan Pengawasan Obat & Makanan yang sekarang diserahi tanggung jawab untuk pengawasan seluruh produk makanan yang beredar di masyarakat. Pilar yang berperan dalam keberhasilan untuk mendapatkan pangan yang aman dikonsumsi adalah pemerintah, produsen, & konsumen. Pemerintah merupakan pilar utama untuk penyediaan pangan yang aman. Pemerintah dengan seluruh kewenangan yang dimilikinya dapat membuat aturan & memaksa semua pihak untuk menaati aturan tersebut. Kewenangan pengawasan dimiliki oleh pemerintah melalui Badan POM. Dalam pasal 53 UU Pangan, dinyatakan bahwa untuk mengawasi pemenuhan ketentuan undang-undang, pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan. Pemerintah Daerah juga bertanggungjawab terhadap ketersediaan pangan yang aman bagi masyarakat, sesuai pasal 60 UU Pangan. Pelanggaran para produsen terhadap berbagai peraturan perundangan tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, juga dapat disebabkan oleh faktor kurangnya pengetahuan mengenai peraturan & penegakan hukum oleh aparat yang kurang konsisten.
Pelaksanaan & penegakan hukum dalam hal keamanan pangan kurang berjalan dengan baik. Hal ini tampak dari tidak adanya penindakan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku terhadap para pelaku pelanggaran keamanan pangan. Pemerintah nampaknya kurang serius untuk menegakkan hukum pada para produsen golongan kecil yang termasuk kelompok masyarakat ekonomi bawah dengan tingkat pendidikan yang rendah. Padahal, sanksi yang diterapkan pada mereka yang menggunakan bahan berbahaya berdasarkan pasal 55 UU Pangan cukup berat, yaitu hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun atau didenda maksimal enam ratus juta rupiah. Masyarakat sebenarnya juga diberi kewenangan oleh pasal 51 UU Pangan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan konsumen pangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam rangka penyempurnaan & peningkatan sistem pangan, masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, & pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan. Dari pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa peran serta masyarakat sangat diperlukan sebagai pendeteksi awal dari keberadaan bahan kimia tambahan dalam makanan, dalam hal ini, kejelian masyarakat selaku konsumen sangat diperlukan. Masyarakat harus teliti dalam memastikan kandungan yang ada sesuai dengan label. Hal ini diperlukan karena banyak kasus keracunan makanan adalah akibat bahan pengawet, akibat rendahnya kewaspadaan konsumen. Lengahnya konsumen diperparah oleh sumber daya manusia yang masih rendah & faktor daerah yang harus diawasi juga terlalu luas.
Sedangkan kendala lainnya yaitu dalam mengawasi penggunaan bahan pengawet adalah peredaran bahan kimia bagi industri makanan rumahan yang jumlahnya sangat besar. Keracunan yang paling banyak disoroti biasanya yang sifatnya jangka pendek. Namun, jarang sekali dipersoalkan dampak makanan yang mengandung BTM yang dapat mengancam manusia dalam waktu jangka yang panjang. Seperti, kerusakan organ tubuh setelah mengkonsumsi makanan tertentu. Secara hukum, belum tegas dinyatakan untuk memberikan sanksi pada efek jangka panjang karena pembuktiannya sulit dilakukan. Untuk itu, harus ada upaya dari semua pihak untuk memahami pentingnya menghindari keracunan, baik yang bisa dikenali langsung, maupun dalam jangka panjang. Dalam hal ini, pemerintah harus menegakkan hukum secara tegas yang dapat memberikan efek jera bagi mereka yang melanggar hukum & membahayakan kesehatan masyarakat. Menurut PP no.69/1999 tentang label & iklan, disebutkan bahwa setiap produk yang diperdagangkan harus mencantumkan komposisi bahannya. Sehingga, produsen bisa melanggar pasal 8 UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pangan yang diperjualbelikan harus mencantumkan komposisi bahan & berat bersihnya. Setiap konsumen berhak memperoleh informasi yang benar & jelas mengenai komposisi bahan makanan. Jika melanggar UU tersebut, maka pelaku usaha (produsen , distributor , & pedagang) yang terlibat diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun & denda pidana maksimal 2 miliar rupiah.
Dalam rangka peningkatan pengamanan & pengawasan zat pewarna makanan, penandaan khusus harus dicantumkan pada label pewarna makanan. Sebagai pelaksanaan pasal 14 permenkes no.22/1988 tentang bahan tambahan makanan, dalam keputusan kepala Badan POM tentang tanda khusus pewarna makanan yang dalam pasal 1 (1) dijelaskan bahwa tanda khusus adalah tanda dengan bentuk tertentu yang harus tertera secara jelas pada kemasan tanda dengan bentuk tertentu yang harus tertera secara jelas pada kemasan atau bungkus luar pewarna makanan, sehingga pewarna makanan tersebut dapat mudah dikenali.
Pada pasal 2 (2) dijelaskan bahwa kemasan pewarna makanan harus dicantumkan secara jelas tanda khusus untuk pewarna makanan. Sedangkan pada pasal 2 (2) disebutkan bahwa selain tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan permenkes no.79/1978 tentang label & periklanan makanan serta permenkes no.722/1988 tentang BTM, pada kemasan atau bungkus luar pewarna makanan harus dicantumkan:

a. Tulisan “bahan tambahan makanan” & “pewarna makanan”.
b. Nama pewarna makanan
c. Nomor indeks
d. Komposisi untuk produk campuran
e. Berat bersih
f. Kode produksi
g. Takaran penggunaannya dalam makanan
h. Nomor pendaftaran produk
i. Nama & alamat perusahaan
j. Nomor pendaftaran produsen
Untuk pemanis buatan, berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI no. HK.00.05.5.1.454 tentang Persyaratan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam produk pangan pada pasal 6 mengenai ketentuan label sebagai berikut:
1. Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan harus mencantumkan jenis & jumlah pemanis buatan dalam komposisi bahan atau daftar bahan pada label.
2. Pemanis buatan dalam bentuk sediaan, pada label harus mencantumkan:
a. Nama pemanis buatan
b. Jumlah pemanis buatan dalam bentuk tabel dinyatakan dengan miligram (mg) & dalam bentuk granul atau serbuk dinyatakan dengan miligram (mg) dalam kemasan sekali pakai.
c. Acceptable Daily Intake (ADI), kecuali bagi pemanis buatan yang tidak mempunyai ADI.
d. Peringatan: tidak digunakan untuk bahan yang akan dimasak/dipanggang.
3. Wajib mencantumkan peringatan fenilketonuria: mengandung fenilanalin, yang ditulis & terlihat jelas pada label jika makanan/minuman/sediaan menggunakan pemanis buatan aspartam.
4. Wajib mencantumkan peringatan: konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif, yang ditulis & terlihat jelas pada label jika makanan/minuman/sediaan menggunakan pemanis buatan laktitol atau manitol atau sorbitol, yang apabila diyakini dikonsumsi lebih dari 20 gram manitol per hari atau 50 gram sorbitol per hari.
5. Klaim yang diperoleh & dapat ditulis pada label adalah:
a. Tidak menyebabkan karies gigi
b. Pangan rendah kalori & pangan tanpa penambahan gula apabila produk pangan memenuhi syarat produk pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
c. Pangan untuk penderita diabetes atau pernyataan lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (5)
Adapun pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan di atas dapat dikenai sanksi berupa:
1. Sanksi administratif:
a. peringatan tertulis
b. Pencabutan izin edar
c. Penarikan & pemusnahan prodsuk pangan yang mengandung pemanis buatan yang sudah beredar.
2. Sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Jadi, untuk menghasilkan produk-produk makanan sehat & bermutu harus menggunakan BTM yang aman untuk dikonsumsi & diizinkan badan POM. Dalam hal ini penggunaan BTM, tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek pemilihan & penetapan, pembelian, aplikasi, cara mendapatkannya, & ketersediaan bahan tambahan makanan.

oleh: Billy N. billy@hukum-kesehatan.web.id

2. PELANGGARAN IKLAN ROKOK

Pada beberapa hari ini, masalah iklan di luar ruangan (billboard) di kawasan Kota Surabaya banyak disorot oleh berbagai media dan masyarakat, pemasangan iklan billboard disinyalir tidak mengindahkan estetika keindahan Kota Surabaya, akibatnya kawasan Surabaya bagaikan ‘Hutan Iklan’ yang ditumbuhi ‘pohon-pohon iklan’ secara liar, sehingga membuat semrawut Kota Surabaya. Ternyata pada “kasus iklan”, selain mengganggu estetika keindahan kota, iklan-iklan yang tersebar di berbagai kawasan Kota Surabaya juga melanggar hukum. Pelanggaran hukum ini terjadi pada sebagian besar iklan-iklan yang memasang produk rokok. Iklan rokok, sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Dalam PP ini, pengaturan mengenai iklan diatur secara khusus dalam bagian Iklan dan Promosi, pada pasal 18 menyebutkan materi iklan rokok dilarang untuk ; Pertama, iklan rokok dilarang menyarankan atau merangsang orang untuk merokok. Kedua, menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan. Ketiga, memajang orang lagi menghisap rokok diharamkan. Keempat, mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok (menampilkan batang dan bungkus rokok). Kelima, iklan rokok harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan, yaitu “ Merokok dapat menyebabkan kanker, jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”. Tidak tanggung-tanggung, pelaku usaha yang melanggar aturan ini, menurut PP 38/2000 pasal 37, pelaku usaha dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak seratus juta rupiah. Selain dalam PP 38/2000, Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, juga mengatur iklan rokok. Pada pasal 13 disebutkan, iklan rokok tak boleh memvisualisasikan batang atau asapnya. Bila melanggar aturan dapat dipidana, didenda, atau keduanya sekaligus. Dalam pelaksanaannya, ternyata banyak iklan rokok yang menabrak aturan ini. Berdasarkan survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Oktober hingga November 2000, diketahui banyak iklan rokok, khususnya di media luar ruangan yang melanggar, indikasinya masih banyak iklan rokok yang menampilkan adegan orang merokok, memvisualisasikan batang dan bungkusnya serta tidak mencantumkan peringatan bahaya merokok, kalaupun mencantumkan, masih menggunakan model lama “Peringatan pemerintah : merokok dapat merugikan kesehatan” (Gatra, edisi 27 Januari 2001). Sementara iklan rokok di kawasan Surabaya, berdasarkan pengamatan kasat mata, situasinya tidak terlalu jauh berbeda. Bahkan untuk menindaklanjuti berbagai pelanggaran ini, Komnas Penanggulangan Masalah Merokok (PMM) dan YLKI mengajak masyarakat untuk melakukan somasi kepada pelaku usaha yang terkait dengan pelanggran iklan rokok ini. Tentunya kita sempat bertanya dalam hati, mengapa iklan rokok harus diatur super ketat seperti sekarang ini ? Ada baiknya kita mengetahui raison d’etre-nya agar kita lebih arif dan bijaksana dalam menilai situasi ini. Sedikitnya ada beberapa kondisi yang dapat menjelaskan mengapa iklan rokok perlu diatur secara lugas dan tegas. Pertama, sikap tegas dalam aturan iklan rokok bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya merokok dengan memberikan informasi yang benar tentang rokok. Menurut data Depkes RI, kematian akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok di Indonesia mencapai angka 57.000 per tahun, sementara pertumbuhan perokok di Indonesia yang merupakan tertinggi di dunia, yaitu 44 persen dari tahun 1996-1997. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai pengonsumsi rokok terbanyak, dengan 188 miliar batang pertahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menemukan sedikitnya 3,5 juta manusia mati atau 10.000 per hari. Untuk tahun 2020, dapat mencapai 10 juta orang akan mati akibat rokok, dimana 80 persen berasal dari negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia yang dapat mencapai 7 juta jiwa pada 2030 (Jawa Pos, 14/3/00). Prediksi ini tidaklah berlebihan, mengingat pertumbuhan perokok di Indonesia tertinggi di dunia. Kedua, Iklan rokok ternyata punya peran penting dalam menentukan dan mendorong kebiasaan merokok pada masyarakat, seperti dalam polling Deteksi Jawa Pos (Maret 2000), menyebutkan paramuda merokok pertama kali salah satunya pendorongnya karena buaian iklan rokok yang ‘sangat merangsang’. Selama ini, iklan dan promosi rokok semakin tidak etis karena melakukan pembodohan dan indoktrinasi brand image yang luar biasa dalam mempromosikan rokok, karena dimana-mana masyarakat harus berjumpa dengan iklan-iklan rokok. Rokok digambarkan sebagai lambang kejantanan, kesuksesan, kenikmatan, kebebasan, kedewasaan dan lain-lain. Semuanya tidak menggambarkan kondisi nyata pada rokok, yang merupakan ‘pembunuh berdarah dingin’ pada manusia.
Dengan kata lain, pengaturan iklan rokok yang ditetapkan pemerintah sebagai upaya perlindungan konsumen sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Ketiga, Sebagai upaya penyelamatan ancaman the lost generation akibat dari rokok. Saat ini sekitar 1,1 miliar perokok di dunia, dan bila pola ini menetap akan meningkat menjadi 1,6 miliar di tahun 2025. Setiap harinya 80-100 ribu remaja di dunia menjadi pecandu dan ketagihan rokok. Bila pola ini terus menetap maka sekitar 250 juta anak-anak yang hidup sekarang ini akan meninggal akibat yang berhubungan dengan kebiasaan rokok. Ketiga alasan itulah, yang setidaknya mendasari pentingnya aturan iklan rokok, karena bila tidak ada aturan yang tegas seperti itu, Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara smoking friendly. Negara yang ‘bersahabat’ dengan rokok mempunyai ciri khas antara lain; iklan rokok berkembang pesat, sementara kampanye anti rokok sangat kurang, pemerintah dan profesi kesehatan tidak serius menghadapi dampak rokok, opini dan artikel anti rokok di media massa jarang, dan merokok pun dianggap sebagai kebiasaan normal. Dibanding negara-negara lain, aturan tentang iklan rokok di Indonesia telah jauh tertinggal. Thailand sejak tahun 1979, iklan rokok telah dilarang dan diatur lewat Undang-Undang. Begitu juga di Bhutan, telah melarang total iklan rokok pada media cetak dan elektronik, sementara Srilanka melarang pengiklanan rokok pada media elektronik. Di California, Amerika Serikat, malah lebih ‘lucu’, mereka menggunakan media yang sama (media luar ruangan atau billboard) untuk melakukan kampanye anti rokok, gambar dan modelnya sama namun pesan atau isinya yang berbeda. Dengan cara ini, menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) serta Depkes California menyatakan bahwa papan iklan anti rokok seperti itu punya andil besar memangkas jumlah penderita kanker paru-paru di California hingga 14 persen (Gatra, edisi 27 Januari 2001). Akhirnya, perlu disadari bahwa “Kesehatan Adalah Hak Asasi Manusia”. Oleh karena itu, akses informasi dan perlindungan terhadap bahaya rokok bagi kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat haruslah terjamin. Mengingat kesehatan, disamping pendidikan dan ekonomi, sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Memang tidak mudah dijalankan, tetapi kalau tidak dimulai sekarang, korban-korban akibat rokok akan terus berjatuhan.





Oleh. Rachmad Pua Geno



3. UU Pangan Harus Lindungi Petani Kecil
Undang-undang (UU) pangan harus melindungi petani kecil sebagai produsen pangan dan melindungi pasar lokal dan nasional. Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Henry Saragih pada kesempatan dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) di Jakarta (3/2). Seperti diketahui DPD RI berinisiatif untuk membuat undang-undang pangan yang baru pengganti UU No.7 tahun 1996. Lebih jauh Henry mengatakan, Rancanan Undang-undang (RUU) pangan ini hendaknya mengatur perlindungan terhadap produsen yang juga merupakan konsumen serta konsumen murni dengan proporsi yang lebih adil. RUU ini juga harus memasukan konsep Kedaulatan Pangan dalam pelaksanaanya. RUU pangan harus bisa menanggulangi pelemahan pangan Indonesia yang semakin terasa dengan keterikatan terhadap berbagai peraturan-peraturan inetrnasional. “Saat ini surplus beras dan wacana ekspor beras menjadi wacana politis semata, bukan dengan tujuan untuk menyejahterakan petani dan rakyat Indonesia secara umum,” tutur Henry. Dia juga mengemukakan bahwa inisiatif-inisiatif pemerintah daerah untuk membangun dan melindungi petani harus terus dimajukan karena petani merupakan mayoritas penduduk Indonesia yang merupakan produsen sekaligus konsumen pangan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komnas HAM RI Ridha Saleh mengatakan masalah pagnan sangat terkait masalah ekonomi, sosial dan politik. Persoalan pangan juga merupakan persoalan akses sementara UU Pangan yang ada filosofinya justru membunuh akses. Ridha mengutip laporan PBB bahwa krisis pangan yang terjadi merupakan kejahatan atas kemanusiaan, mengingat besarnya laju konversi pangan untuk energi. Komnas HAM mencatat sepanjang tahun 2008 ada 4000 laporan kasus yang masuk dan 40% diantaranya merupakan konflik tanah, dan tanah ini terkait dengan produksi pangan. “Salah satu tugas Komnas HAM adalah melaporkan ke sidang HAM PBB mengenai harmonisasi kebijakan UU di Indonesia sejalan dengan ratifikasi Kovenan EKOSOB dan salah satunya ialah harmonisasi UU Pangan,” ujar Ridha.
• Perlu UU baru
Sementara itu, pimpinan sidang DPD Sarwono mengatakan bahwa dengan latar belakang melihat penandatangan Kovenan Ekosob yang disahkan dengan UU No.11 tahun 2005 maka ada kewajiban negara untuk memenuhi hak asasi manusia termasuk hak kecukupan atas pangan yang sesungguhnya belum ada operasionalnya. Dari seminar yang dilakukan di Palembang dan Jogja beberapa waktu sebelumnya DPD menyimpulkan perlunya membuat UU Pangan yang baru, bukan sekedar merevisi yang sudah ada. Lebih jauh, Sarwono melihat sejumlah kenyataan yang ada seperti kondisi pertanian Indonesia yang semakin menurun, terjadinya perubahan iklim dan perkembangan energi alternative biofuel menimbulkan kekhawatiran semakin langkanya pangan dan timbulnya kompetisi pangan untuk energi yang perlu diatur dengan baik. Disamping itu, ia juga melihat krisis pangan diatasi dengan investasi semata yang sungguh sangat berbahaya. Oleh karena itu, dia menilai UU No.7 tahun 1996 harus diganti menjadi UU baru bukan hanya direvisi karena dinilai tidak sesuai dengan konstitusi bangsa dan tidak mengakomodir kovenan EKOSOB. Ia juga menambahkan peraturan yang baru tersebut harus bisa selesai sebelum tahun 2010 sebagai batas waktu pelaporan harmonisasi kebijakan terhadap kovenan ekosob ke dewan HAM PBB.

• Otonomi Daerah dan Pengawasan Obat dan Makanan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan tata pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Kewenangan bidang pemerintahan yang sebelumnya merupakan sepenuhnya pemerintah pusat sebagian besar bergeser menjadi kewenangan daerah kecuali untuk kewenangan di bidang : politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama dan lain-lain. Dengan berjalannya waktu Undang-Undang tersebut dirasakan kurang sesuai lagi lingkungan strategis yang ada yang secara dinamis terus berubah waktu demi waktu. Untuk menjawab perubahan tersebut dikeluarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan perubahan atas Undang-Undang 22 tahun 1999. Dalam Undang-Undang 32 tahun 2004 pasal 10 ayat (3) disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat adalah : politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama. Pada pasal 10 ayat (5) a. disebutkan bahwa dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah diluar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pemerintah pusat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan. Hal ini merupakan dasar hukum bagi pemerintah pusat untuk melakukan beberapa kewenangan lain yang tidak tercantum dalam ayat sebelumnya. Kewenangan lain yang dimiliki pemerintah pusat sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000, adalah kewenangan dibidang Pertanian, Kelautan, Pertambangan dan Energi, Kehutanan dan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan, Perkoperasian, Penanaman Modal, Kepariwisataan, Ketenagakerjaan, Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan, Sosial, Bidang Penataan Ruang, Pertanahan, Permukiman, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Politik Dalam Negeri dan Administrasi Publik, Pengembangan Otonomi Daerah, Perimbangan Keuangan, Kependudukan, Olah Raga, Hukum dan Perundang-undangan dan Penerangan. Pada kewenangan lain tersebut di atas, salah satunya adalah kewenangan di bidang kesehatan yang meliputi : Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi, Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan, Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan, Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan, Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat, Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan, Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi, Penerapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan, Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, Survailans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa, dan Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional).
Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai Keputusan Presiden nomor 103 tahun 2001 bertanggungjawab melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Dari beberapa kewenangan yang ada di bidang kesehatan terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan tanggungjawab Badan Pengawas Obat dan Makanan yaitu penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat, pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi, dan penerapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan. Dari uraian di atas terlihat bahwa dengan diberlakukannya otonomi daerah, namun pengawasan obat dan makanan tetap menjadi tanggungjawab dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. (Refleksi Terhadap Kurang Berdayanya Konsep Ketahanan Pangan Nasional). Meskipun dalam berbagai peraturan internasional maupun perundang-undangan nasional masalah kecukupan pangan yang sehat telah dijamin, namun masalah kelaparan masih tetap membayangi bangsa Indonesia. Kenaikan harga beras yang kian hari kian merangkak ke atas menambah buram catatan keterjangkauan pagan oleh masyarakat kalangan miskin. Kesepakatan internasional yang menjamin tentang hak untuk memperoleh pangan tersebut adalah DUHAM/UDHR, Pembukaan Konstitusi FAO, Konvenan ECOSOC Right/ICESCR dan RDWFS. Undang-undang dan peraturan di Indonesia yang menjamin terpenuhinya hak atas pangan tersebut adalah; UU No. 7/1996, Kepres No. 132/2001 tentang pembentukan Dewan Ketahanan Pangan Nasional, PP No. 68/2002. Ada beberapa inti pokok yang menjadi perdebatan mengenai konsep ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Jika pada konsep ketahanan pangan hanya memikirkan bagaimana pangan dapat dipenuhi dengan cara apa pun, termasuk mengimpor beras dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, seperti yang telah diumumkan Wakil Presiden pada tanggal 13 Februari yang lalu, bahwa untuk menurunkan harga beras dan sebagai stok ketersediaan pangan pokok, yakni beras maka Indonesia akan mengimpor beras sejumlah 500,000 ton pada tahun 2007. Meskipun niat untuk import beras pada tahun 2006 lalu mendapat tentangan yang sangat keras dari kalangan petani dan masyarakat sipil, tahun ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak populer di kalangan petani tersebut.

4. Ketahanan Pangan Vs Kedaulatan Pangan
Konsep kedaulatan pangan lebih mengutamakan bagaimana pangan ditentukan oleh komunitas secara mandiri, berdaulat dan berkelanjutan. Kedaulatan pangan adalah hak setiap orang, kelompok-kelompok masyarakat dan setiap negara untuk menentukan sendiri kebijakan pertanian, ketenaga-kerjaan, perikanan, pangan dan tanah, yang berwawasan ekologis, sosial, ekonomi dan budaya yang sesuai dengan kondisi khas dan kedaerahan mereka. Ini menyangkut hak yang sebenar-benarnya terhadap pangan dan produksi pangan, sehingga orang mempunya hak atas pangan yang aman, cukup gizi dan cocok dengan kondisi budaya setempat dan hak atas sumber-sumber daya untuk memproduksi pangan serta kemampuan untuk menjaga keberlanjutan hidup mereka dan masyarakatnya. Hal di atas telah dideklarasikan oleh 400 delegasi yang berasal dari organisasi petani, masyarakat adat, nelayan, LSM, aktivis sosial, akademisi dan peneliti dari 60 negara pada Pertemuan Dunia tentang Kedaulatan Pangan (World Forum on Food Sovereignty) di Havana, Kuba pada tanggal 3 sampai 7 September 2001. Konsep kedaulatan pangan ini kemudian dimatangkan pada Pertemuan Puncak Pangan Dunia (World Food Summit) pada tanggal 8 sampai 13 Juni 2002, di Roma, dihadiri oleh 700 organisasi masyarakat sipil dunia. Pemerintah Indonesia lebih cenderung menerapkan konsep ketahanan pangan dari pada konsep kedaulatan pangan.
Pembentukan Badan Ketahanan Pangan di bawah Departemen Pertanian, sampai ke tingkat Kabupaten merupakan penerjemahan dari Kepres 132/2001. Apa yang dicita-citakan dari pembentukan Badan Ketahanan Pangan ini, niat awalnya cukup baik. Kita lihat saja konsep Program Aksi Desa Mandiri Pangan (PADMP) yang diluncurkan tahun 2005, misalnya, di dalam kertas kerja konsep tersebut sangat baik dan cukup ideal, bahkan hampir sama dengan konsep kedaulatan pangan yang dicita-citakan masyarakat sipil dunia. PADMP yang dalam konsepnya, untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam suatu wilayah yang mempunyai keterpaduan sarana dan prasarana dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan rumah tangga. Membangun daerah pedesaan terutama dalam hal penyediaan bahan pangan untuk penduduk, penyediaan tenaga kerja untuk pembangunan, penyediaan bahan baku untuk industri dan penghasil komoditi untuk bahan pangan dan ekspor, merupakan sedikit perbedaan dengan konsep kedaulatan pangan. Namun dari segi tujuan program, yakni, meningkatkan ketahanan pangan dan gizi (mengurangi ketahanan pangan dan gizi) masyarakat melalui pendaya-gunaan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal pedesaan untuk mencapai tingkat kemandirian pangan desa. Tujuan ini sudah cukup baik.
Pada kenyataannya di lapangan personal (pegawai) yang duduk pada Badan Ketahanan Pangan sebagai pihak yang mengimplementasikan konsep menjadi wujud nyata ketahanan pangan di lapangan justru sama sekali kurang paham tentang ketahanan pangan, terutama di Kabupaten-Kabupaten. Ini terbukti ketika digelar beberapa seminar tentang kedaulatan pangan dan ketahanan pangan di beberapa kabupaten dan mengundang Badan Ketahanan Pangan Kabupaten sebagai peserta maupun sebagai pembicara. Hal yang lain yang agak ganjil ketika kita membaca tabel wilayah Kabupaten yang akan jadi sasaran program PADMP. Kita akan melihat betapa anehnya ketika Kabupaten yang selama ini tidak pernah terjadi kelaparan, bahkan cenderung dianggap sebagai kabupaten yang kaya masuk dalam daftar yang akan di sasar oleh program ini. Contoh yang paling dekan dapat kita lihat daftar pada tabel tersebut adalah Kabupaten Labuhan Batu di Sumatera Utara yang menempati urutan pertama yang 2 desa di dalamnya akan dijadikan wilayah desa mandiri pangan. Bukan daerah atau desa-desa yang selama ini kondisinya betul-betul mengalami kerawanan pangan yang dapat jatah untuk implementasi pemberdayaan konsep ini. Padahal dimaksudkan dalam konsep tersebut penerima manfaat adalah desa rawan pangan
• Kontradiksi 2 Konsep
Apa dan bagaimana kedua konsep ini? Mana yang lebih baik dan menguntungkan bagi masyarakat? Kelangsungan pangan yang sehat? Bagaimana aspek-aspek produksi? Aspek ekonomi, perdagangan, politik pangan, kesejahteraan petani? Untuk lebih dalam mengkaji hal ini, dan mana yang paling baik untuk diterapkan perlu melihat seperti apa sisi perbedaan kedua konsep tersebut dalam tabel di bawah ini: Aspek Perdagangan, pada Ketahanan Pangan; Perdagangan bebas dianggap segalanya atau satu-satunya jalan menuju kesejahteraan rakyat. Pada Kedaulatan Pangan; Pangan dan pertanian dilindungi perdagangan bebas. Aspek Tujuan utama produksi, pada Ketahanan Pangan; Budidaya tanaman pangan untuk komoditi perdagangan dan ekspor. Pada Kedaulatan Pangan; Budidaya aneka tanaman pangan untuk kebutuhan sendiri dan pasar lokal. Aspek Harga, Pada Ketahanan Pangan; Terserah pasar (mekanisme pasar murni). Pada Kedaulatan Pangan; Harga yang adil, memperhitungkan biaya produksi, pendapatan buruh tani, keuntungan bagi petani kecil secara bermartabat.
Aspek Akses pasar, pada Ketahanan Pangan; Pasar luar negeri. Pada Kedaulatan Pangan; Akses ke pasar lokal dan menghentikan investasi pasar agribisnis. Aspek Subsidi, pada Ketahanan Pangan; Dilarang (namun AS dan UE memberikan subsidi yang besar kepada petaninya yang kaya). Pada Kedaulatan Pangan; Boleh selama tidak merusak pasar negeri lain. Justru diperlukan untuk petani kecil dan untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Aspek Pangan, pada Ketahanan Pangan; Komoditas yang penting dan menguntungkan (komoditas perdagangan). Pada Kedaulatan Pangan; Kebutuhan dasar manusia, sehingga harus terjangkau dalam jumlah yang cukup sesuai budaya lokal dan produksi lokal (komoditas sosial). Aspek Pilihan Komoditas, pada Ketahanan Pangan; Satu pilihan komoditas untuk efisiensi ekonomi. Pada Kedaulatan Pangan; Pilihan jenis tanaman adalah hak penduduk pedesaan. Aspek Efek produksi, pada Ketahanan Pangan; Kelaparan karena rendahnya produksi pangan. Pada Kedaulatan Pangan; Masalah akses dan distribusi, karena kemiskinan dan ketidak-adilan. Aspek Daya tahan pangan, pada Ketahanan Pangan; Dicapai dari manapun (termasuk impor) asal harga murah. Pada Kedaulatan Pangan; Diproduksi sendiri oleh komunitas lokal, keanekaragaman pangan berdasarkan histori dan kultur daerah setempat, tidak memaksakan keseragaman pangan. Aspek Kontrol terhadap sumber produksi, pada Ketahanan Pangan; Diprivatisasi. Pada Kedaulatan Pangan; Lokal dan kontrol oleh komunitas. Aspek Benih, Pada Ketahanan Pangan; Komunitas yang dipatenkan. Pada Kedaulatan Pangan; Lokal, warisan yang menjadi milik bersama. Aspek Sumber modal produksi, pada Ketahanan Pangan; Dari bank suasta atau perusahaan. Pada Kedaulatan Pangan; Dari pemerintah yang dirancang untuk mendukung petani kecil, modal sendiri, arisan desa, atau serikat tolong menolong. Aspek Dumping, pada Ketahanan Pangan; Tidak begitu masalah. Pada Kedaulatan Pangan; Harus dilarang. Aspek Monopoli, pada Ketahanan Pangan; Tidak masalah. Pada Kedaulatan Pangan; Jadi sumber persoalan, harus dihilangkan. Aspek Penggunaan pestisida, racun, pupuk kimia dan rekayasa biologi/genetika, pada Ketahanan Pangan; Harapan masa depan. Pada Kedaulatan Pangan; Merusak ekologi dan kesehatan, tidak diperlukan. Sumber: Diadaptasi dan dikembangkan dari Peter Rosset, Food Sovereignty: Global Rallying Cry of Farmer Movement, Backgrounder, Vol. 9 Num. 4, 2003.
• Pilihan Lain
Kelihatannya dari segi kemandirian dan kemerdekaan menentukan pangan dengan berdaulat untuk menghempang politik pangan dunia yang cenderung pada orientasi bahwa semua sumber pangan adalah barang dagangan semata yang akan dapat memberi keuntungan yang besar jika diperdagangkan maka lebih baik kita gunakan konsep alternatif, yaitu kedaulatan pangan. Di mana penempatan prioritas terhadap produksi pangan untuk pasar lokal dan dalam negeri yang didasarkan pada keragaman keluarga-keluarga petani dan petani kecil serta sistem-sistem produksi pertanian yang berwawasan ekologis. Menjamin harga yang adil untuk petani, dalam arti adanya kekuatan untuk melindungi pasar internal dari dumping produk impor yang berharga rendah. Akses terhadap tanah, air, hutan, daerah perikanan dan sumber-sumber produktif lainnya melalui program re-distribusi sumberdaya yang seutuhnya, tidak melalui kekuatan pasar (reforma agrarian yang berorientasi pasar yang didukung oleh bank dunia). Penghargaan dan peningkatan peran perempuan dalam produksi pangan dan akses yang seimbang, termasuk dalam mengontrol sumber-sumberdaya produksi. Dilakukan juga pengawasan oleh masyarakat setempat terhadap sumber-sumber daya produktif yang berlawanan dengan kepemilikan tanah, air, sumber-sumber genetik dan sumber-sumber lainnya oleh perusahaan asing maupun perusahaan besar. Perlindungan benih sebagai dasar dari pangan dan kehidupan itu sendiri, dalam arti adanya pertukaran dan penggunaan benih secara bebas antar petani. Dengan demikian tidak ada paten terhadap makhluk hidup dan menghentikan (moratorium) terhadap tanaman hasil rekayasa genetika yang menyebabkan polusi genetika terhadap keanekaragaman genetika tanaman dan hewan. Investasi publik dalam rangka mendukung kegiatan produktif keluarga dan masyarakat yang mendorong terjadinya proses pemberdayaan, pengawasan lokal dan produksi pangan untuk rakyat dan pasar lokal.
Olehi: Iswan Kaputra (Deputi Direktur BITRA Indonesia & Anggota Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Nasional)

5. PROBLEM KRUSIAL RUU JPH
Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) kabarnya akan dipaksakan untuk disahkan dalam waktu dekat, bahkan kalau bisa menjadi semacam "hadiah Ramadhan". Anggota DPR ingin "kejar setoran". Beberapa ormas besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga turut mendorong agar RUU ini segera disahkan. RUU ini sendiri relatif tidak mendapat perhatian dari masyarakat, sehingga tidak menjadi perdebatan publik yang mencerdaskan. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)diberitakan menolak RUU ini meskipun dengan alasan yang berbeda. Kadin menolak karena RUU ini akan memicu ekonomi biaya tinggi. Sedang MUI menolak karena kepentingannya untuk menjadi pemegang otoritas tunggal sertifikasi halal tidak diakomodasi dalam RUU JPH. Apakah secara substansial materi dari RUU ini memang sudah layak untuk disahkan? Penulis cenderung berpendapat belum saatnya, bukan saja karena RUU ini belum menjadi pembahasan publik, tapi secara substansial masih compang-camping. DPR tentu tidak mau, RUU yang disahkan terus menerus menjadi olok-olokan publik karena ketidakmatangan dalam membuat UU karena hanya mempertimbangkan kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pertanyaan besar yang pertama muncul adalah apakah RUU JPH memang diperlukan mengingat Indonesia sudah mempunyai sejumlah regulasi menyangkut hal ini seperti UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan; UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di samping itu ada aturan-aturan di bawahnya seperti Keputusan Menteri Agama RI No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal; Keputusan Menteri Agama RI No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal; Piagam Kerjasama Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan MUI tentang Pelaksanaan Pencantuman Label Halal pada Makanan Tahun 1996. Di luar itu, ada juga Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan; PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; SK Menteri Pertanian No. 557/kpts/TN.520/1987 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan Unggas; SK Menteri Pertanian No. 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya; SK Menteri Pertanian No. 745/Kpts/TN.240/12/1992 tentang Persyaratan dan Pengawasan Pemasukan Daging dari Luar Negeri. Regulasi-regulasi tersebut sebenarnya sudah memasukkan unsur "halal".
Namun demikian, aturan tersebut dipandang belum bisa menjamin dan melindungi umat Islam dari kemungkinan mengkonsumsi makanan yang dilarang. Mengapa? Karena regulasi tersebut masih dipandang parsial dan belum terintegrasi satu sama lain sehingga belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Karena itu diperlukan adanya instrumen hukum setingkat undang-undang untuk mengintegrasikan itu semua. Demikianlah argumen dalam Naskah Akademik yang disusun pemerintah untuk menegaskan mengapa RUU JPH diperlukan. Argumen ini tentu masih bisa diperdebatkan, namun yang jelas, secara implisit Naskah Akademik mengakui bahwa terkait dengan persoalan makanan halal tidak terjadi kekosongan hukum. Dengan demikian, kalau aturan-aturan yang disebutkan di atas dijalankan dengan benar, sebenarnya jaminan makanan halal bagi umat Islam sebenarnya sudah cukup. Namun demikian, saya memahami bahwa persoalan ini tidak bisa dijawab dengan menunjukkan regulasi-regulasi yang sudah ada, karena yang penting Indonesia harus punya UU JPH. Menolak RUU ini akan dengan mudah dituduh anti Islam. Memang begitulah situasi keberagamaan kita. Oleh karena itu, sikap realistis untuk menerima pembahasan RUU JPH agaknya lebih masuk akal daripada pasang "harga mati": menolak! Apapun isinya, RUU ini tidak bisa dibendung dan pasti disahkan. Meski demikian, saya juga memahami ada kelompok warga negara yang merasa kurang happydengan UU yang terlalu memberi porsi lebih kepada umat Islam, meskipun tidak semua dari kelompok ini mau bicara terus terang. Situasi seperti ini harus ditangkap oleh anggota DPR, kecuali kalau alarmkebangsaan mereka sudah redup. Dalam Naskah Akademik, dirumuskan lima dasar yang menjadi landasan mengapa RUU JPH dianggap penting.
Pertama, landasan filosofis. Dalam bagian ini, setelah mengutip pembukaan UUD 1945 dan sejumlah ayat al-Quran (QS. Al-Baqarah [2]: 168 dan 172) disebutkan bahwa halal dan haram merupakan sesuatu yang sangat prinsip dalam Islam, karena didalamnya terkait hubungan dengan Allah. Seorang muslim tidak dibenarkan mengkonsumsi makanan sebelum ia tahu benar kehalalannya. Dengan dasar tersebut, dapat dilihat bahwa sejak awal RUU JPH memang menggunakan dasar filosofi dalam Islam dan tidak dikaitkan dengan non-muslim. Dengan demikian, jika dalam ajaran non-muslim ada jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi tidak masuk dalam pembahasan RUU ini. Kedua, dasar sosiologis. Dalam bagian ini disebutkan, masyarakat Islam Indonesia sebagai mayoritas menyadari bahwa banyak produk yang diragukan kehalalannya karena tidak adanya petunjuk yang menandakan bahwa produk itu halal dikonsumsi atau digunakan. Karena itu, umat Islam mempunya hak konstitusional untuk memperoleh perlindungan hukum untuk mendapatkan produk sesuai dengan syariat Islam. Bila dicermati, argumen ini ingin menegaskan umat Islam sebagai mayoritas memang harus dilindungi dari kemungkinan mengkonsumsi yang diharamkan. Tidak ada masalah dari argumen ini karena kita tidak bisa menutup mata adanya produk-produk yang salah satu bahannya adalah sesuatu yang diharamkan. Tetapi kalau semua makanan harus diragukan kehalalannya hanya karena tidak ada label, menurut saya masih problematis, karena pada dasarnya semua makanan adalah halal kecuali yang memang jelas keharamannya. Demikian juga jika dikatakan tidak ada petunjuk, sebenarnya tidak seluruhnya benar, karena setiap produk punya kewajiban untuk mencantumkan bahan-bahan yang digunakan. Jika mereka tidak jujur, sudah ada UU yang bisa menjerat produsen nakal.
Ketiga, dasar yuridis. Terkait dengan dasar yuridis ini, dalam naskah akademik disebutkan, hingga kini belum ada perlindungan yuridis yang maksimal untuk melindungi umat Islam hidup sehat dan tidak terjebak dengan produk yang tidak halal. Dari semua peraturan, lanjut Naskah Akademik, tidak ada peraturan yang merujuk pada hadis Nabi SAW bahwa yang halal dan haram itu jelas, dan diantara keduanya adalah mutasyabihat. RUU JPH inilah yang akan menghalalkan yang mutasyabihat.Sebagai bagian dari landasan yuridis adalah pasal 28e ayat (1) dan pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang meletakkan kewajiban negara untuk melindungi warganya untuk melaksanakan keyakinan dan ajaran agama tanpa hambatan. Sedang regulasi yang sudah ada dianggap belum memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum serta pemenuhan hak asasi manusia.
Keempat, dasar psikopolitik masyarakat menyangkut penerimaan dan penolakan suatu RUU. Dalam kaitan ini disebutkan perlunya pelibatan dunia usaha agar mereka tidak menjadi kekuatan yang justru menolak RUU JPH karena beranggapan sistem jaminan halal akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Dan Kelima, dasar ekonomi. Hal ini terkait dengan perdagangan internasional dimana negara-negara maju pada umumnya sudah memiliki tanda arah (direction sign)bagi konsumen untuk mendapatkan makanan halal. Dengan demikian, jaminan produk halal sudah menjadi hal yang lumrah dalam tata niaga internasional. Karena itu, RUU JPH diasumsikan justru bisa mendorong daya saing produk nasional baik pada tingkat domestik yang mayoritas muslim maupun internasional. Dari paparan tersebut terlihat bahwa ada aspek-aspek yang masih bisa dipermasalahkan dari landasan RUU JPH. Namun, penulis tidak ingin mendiskusikan lebih jauh karena sekedar mendiskusikan naskah akademik masih terlalu abstrak. Karena itu, pada bagian kedua tulisan ini akan langsung masuk pada isu-isu penting dalam RUU JPH.[]
Sumber:Harian Seputar Indonesia, Sabtu 05 September 2009

analisa proksimat pakan ayam

Analisa Proksimat Pada Pakan Ayam
A. Tujuan: Analisa Proksimat pada sampel pakan ayam
B. Prinsip:
1. Analisa kadar air: Kandungan air di dalam bahan contoh dihitung berdasarkan susut bobot contoh yang dikeringkan pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot yang konstan.
2. Analisa kadar karbohidrat: Hidrolisa karbohidrat menjadi monosakarida yang mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+ dititrasi secara iodometri.
3. Analisa kadar serat kasar: Ekstraksi sampel dengan asam atau basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lain
4. Analisa kadar lemak: Lemak dalam sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan larutan asam untuk membebaskan lemak yang terikat kemudian lemak dapat diekstrak dengan pelarut non-polar.
5. Analisa kadar abu: Residu sampel yang dipijarkan pada suhu 550−600°C ± 25°C menggunakan tanur, dihitung dalam % bobot.
6. Analisa kadar protein: senyawa nitrogen diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat lalu dititrasi dengan larutan baku asam.

C. Tinjauan Pustaka:

Mutu suatu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam suatu produk dan jasa dan dapat membedakan setiap satuan produk dan jasa serta mempengaruhi secara nyata penentuan derajat penerimaan konsumen terhadap produk dan jasa tersebut. Berikut ini beberapa definisi mutu:
a. Sesuatu yang yang dapat disempurnakan dan memiliki nilai yang bisa
ditawarkan kepada konsumen. (Masaaki Imai).
b. Kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. (J.M.Juran)
c. Kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery,
reliability, maintainability dan cost effectiveness. (Crosby)
Secara umum pengawasan mutu bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan yang merugikan dalam kegiatan produksi dan perdagangan, menjaga dan memelihara mutu suatu produk dan jasa, menanamkan kepercayaan dalam usaha perdagangan guna meningkatkan pendapatan produsen, melindungi konsumen dari kemungkinan pemalsuan atau barang yang menyangkut keamanan, keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup.

D. Alat dan Bahan
Alat: Soxlet, labu lemak, hot plate, eksikator, cawan petri, neraca analitik, oven, kertas saring, selongsong, pipet ukur, batu didih, beaker glass, pompa pakum, pendingin tegak, pipiet volum, crustang,botol timbang, spatula, gelas ukur, labu ukur.
Bahan: pakan ayam, alcohol 95%, aquades, Asam sulfat, H2SO4 1,25%, Asam klorida, HCl 3%, larutan KI 20%, larutan natrium tiosulfat, Na2S2O3 0,1 N, larutan kanji 0,5%, Natrium Hidroksida, NaOH 3,25%, HCL 25%,.
E. Prosedur
1. Kadar air: SNI 01-2891-1992
2. Kadar karbohidrat: SNI 01-2891-1992
3. Kadar serat kasar: SNI 01-2891-1992
4. Kadar lemak: SNI 01-2891-1992
5. Kadar abu: SNI 01-2891-1992
6. Kadar protein: SNI 01-2891-1992

F. Data Pengamatan
Parameter Persyaratan Mutu Hasil Pengujian Satuan
Kadar air 14 10,06 %
Kadar karbohidrat 50,35 %
Kadar serat kasar 7 4,2 %
Kadar lemak 7 8,15 %
Kadar abu 14 5,67 %
Kadar protein 16 21,57 %

Kandungan kalori dalam pakan ayam
Karbohidrat Lemak Protein Total kalori
4,1 x 50,35 = 206,435 kkal 9,3 x 8,15 = 75,795 kkal 4,1 x 21,57 = 88,437 kkal 370,667 kkal

G. Pembahasan
Secara umum analisa atau pengujian adalah usaha pemisahan suatu objek menjadi komponen-komponen penyusunnya sehingga dapat dikaji lebih lanjut. Analisa proksimat adalah analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk bahan baku yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi. Tujuan analisia adalah untuk mengetahui secara kuantitatif komponen utama bahan. Analisa proksimat adalah analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk bahan baku yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi Disebut analisa proksimat, artinya analisa bertujuan memperkirakan (approximate) kandungan gizi suatu bahan. Komponen utama untuk bahan dan produk pangan terdiri dari komponen air (kadar air), komponen abu (kadar abu), komponen lemak (kadar lemak), komponen protein (kadar protein), komponen karbohidrat (kadar karbohidrat). Pada praktikum dilakukan beberapa parameter pengujian yaitu penentuan kadar air, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar abu dan kadar protein.
1. Kadar air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan. Fungsi air tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan salah satu komponen utama dalam bahan dan produk pangan. Disebut komponen utama karena kandungan air dalam bahan cukup besar jumlahnya, dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa. Kandungan air dalam bahan pangan dan produk pangan umumnya pada level kritis atau sangat penting.
Kandungan air dalam bahan bersifat kritis karena keberadaannya berpengaruh langsung pada daya tahan bahan. Peranan air adalah dapat menjadi penyebab kerusakan atau akan memudahkan rusaknya bahan. Kandungan air dalam bahan makanan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Air dalam produk pangan digolongkan menjadi air bebas, air terikat lemah dan air terikat kuat. Jadi air sangat penting dalam bahan ataupun produk pangan.
Pada penentuan kadar air pakan ayam digunakan metode oven atau pengeringan SNI 01-2891-1992 yaitu mengeringkan bahan didalam oven selama 3 jam terlebih dahulu dengan suhu 105ºC. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar air dalam pakan ayam 10,06%, berarti nilai tersebut memenuhi persyratan mutu yaitu 14%.
2. Kadar karbohidrat
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi berfungsi sebagai penghasil energi. Satu gram karbohidrat menghasilkan empat kalori Karbohidrat adalah sumber kalori yang murah, karbohidrat terdapat banyak dalam bahan nabati. Langkah pertama sampel dihaluskan dengan cara digerus. Sampel ditimbang ± 5 gram, menambahkan 200 mL HCl 3%, Mendidihkan selama 3 jam, mendinginkan dan menetralkan dengan NaOH 30%, CH3COOH ditambahkan lalu larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL, menambahkan aquades hingga tanda batas kemudian saring. Filtrat diambil 10 mL ke dalam labu Erlenmeyer dan menambahkan larutan Luff Schoorl, 15 mL air suling, serta beberapa batu didih
Setelah pemasan selesai, dengan cepat mendinginkan dalam bak berisi es untuk mencegah reaksi yang lebih lanjut. Kemudian apabila sudah dingin menambahkan larutan KI 20% sebanyak 15 mL dan 25 mL H2SO4 1,25% titrasi dengan cepat dengan larutan Natrium tiosulfat. Sebelumnya larutan Natrium tiosulfat distandarisasi terlebih dahulu dengan bahan baku primer KIO3. Penambahan larutan kanji (indikator) di lakukan beberapa saat menjelang titik akhir titrasi atau pada saat jumlah I2 dalam titrat sudah sedikit. Reaksi yang terjadi pada saat titrasi yaitu :
I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI
I2 + amilum → menjadi biru
Pada penentuan kadar karbohidrat pakan ayam diperkirakan dengan nilai 100% dikurangi jumlah semua hasil pengujian jadi diperoleh 50,35%.
3. Kadar serat kasar
Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia maupun hewan. Definisi lain serat kasar yaitu bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar antara lain asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Piliang dan Djojosoebagjo (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di Laboratorium
Langkah pertama mengkonstankan kertas saring tak berabu whatman 41 dan kotak timbang sampai bobot tetap. Sampel ditimbang 2 gram. Pertama-tama dilakukan defatting yaitu menghilangkan lemak dalam sampel menggunakan pelarut lemak atau membebaskan lemaknya dengan cara mengenaptuangkan contoh dalam pelarut organik yaitu heksan sebanyak tiga kali. Mengeringkan sampel pada oven. Selanjutnya memasukan sampel ke dalam erlenmeyer 500 mL, menambahkan 50 mL H2SO4 1,25% mendidihkannya selama 15 menit dengan menggunakan pendingin tegak, menambahkan 50 mL NaOH 3,25%.
Dalam keadaan panas menyaring larutan dengan menggunakan corong Buchner, mencuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut turut dengan H2SO4 1,25% dan dengan etanol 96% Setelah penyaringan selesai kertas saring diangkat beserta isinya dan dimasukan kedalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, mengeringkannya pada suhu 105ºC, mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit kemudian menimbang kertas saring hingga diperoleh bobot tetap.
Berdasarkan pengujian kadar serat kasar pakan ayam dengan SNI 01-2891-1992 diperoleh 4,2%, berarti nilai tersebut memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan yaitu 7%.

4. Kadar lemak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah daya larutnya dalam pelarut organik (seperti ether, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air. Secara amum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah sebenarnya. Minyak dan lemak mempunyai titik didih yang tinggi yaitu sekitar 200ºC
Analisa kadar lemak dilakukan dengan metode weibull SNI 01-2891-1992. Menimbang sampel ke dalam beaker glass kemudian menambahkan 30 mL HCl 25%, 20 mL aquades dan batu didih, didihkan selama 15 menit, selanjutnya menyaring dalam keadaan panas. Residu hasil penyaringan dicuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi, penyaringan dilakukan saat masi panas karena untuk menghilangkan sisa-sisa asam dari residu. Kertas saring dan isinya di oven pada suhu 100-105ºC, sampel harus dikeringkan karena adanya air dalam sampel dapat menghambat kontak antara lemak dengan larutan pelarut, selain itu apabila pelarut lemak yang digunakan bersifat menyerap air maka pelarut akan jenuh dengan air sehingga proses ekstraksi tidak efisien. Residu sampel beserta kertas saring dimasukan kedalam selongsong, dan disekstrak dengan heksana pada suhu ±80ºC selama 3 jam, selanjutnya menyulingkan larutan heksana dan mengeringkan ekstrak lemak pada oven dengan suhu 100-105ºC kemudian mendinginkan dan menimbang. Proses pengeringan diulang kembali hingga tercapai bobot tetap.
Berdasarkan pengujian kadar lemak pakan ayam dengan SNI 01-2891-1992 diperoleh 8,15%, berarti nilai tersebut kurang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan yaitu 7%.
5. Kadar abu
Abu total didefinisikan sebagai residu yang dihasilkan pada proses pemakaran bahan organik pada suhu 550°C, berupa senyawa anorganik dalam bentuk oksida, garam dan juga mineral. Abu total yang terkandung di dalam produk pangan sangat dibatasi jumlahnya, kandungan abu total bersifat kritis. Kandungan abu total yang tinggi dalam bahan dan produk pangan merupakan indikator yang sangat kuat bahwa produk tersebut potensi bahayanya sangat tinggi untuk dikonsumsi. Tingginya kandungan abu berarti tinggi pula kandungan unsure-unsur logam dalam bahan atau produk pangan.
Dalam penentuan kadar abu sebelum cawan dikonstankan, terlebih dahulu dipijarkan dalam tanur, lalu dikonstankan. Setelah pengabuan selesai sebelum dimasukan ke dalam eksikator, dimasukan ke dalam oven cawan tersebut. Lamanya pengabuan tergantung janis bahan yang diuji, penguabuan dianggap selesai apabila diperoleh hasil pengabuan sampel berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan.
Berdasarkan pengujian kadar abu pakan ayam dengan SNI 01-2891-1992 diperoleh
5,67%, berarti nilai tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu 14%.

6. Kadar protein
Protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino yang berlainan disambungkan dengan ikatan peptide. Protein terdapat baik dalam produk hewan maupun produk tumbuhan. Menurut strukturnya protein merupakan makromolekul dengan berbagai tingkat pengorganisasian struktur. Definisi lain dari protein yaitu asam amino yang agak berbeda karena pada atom nitrogen terikat dua ikatan yaitu dalam bentuk nitrogen sekunder.
Pada pengujian kadar protein pakan ayam ini menggunakan metode kjeldhal yang dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
• Destruksi
Sampel ditambahkan H2SO4 pekat, sebelum sanpel didekstruksi ditambahkan campuran selen sebagai katalisator. Selen membantu proses oksidasi dan meningkatkan titik didih H2SO4 sehingga proses ini dapat dipercepat. Proses destruksi dilakukan hingga larutan kehijau-hijaun setelah dipanaskan. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Protein + oksidator → NH4 + CO2 + H2O + lain-lain
• Destilasi
Destilasi sampel hasil destruksi adalah untuk mengubah senyawa ammonium sulfat menjadi ammonium hidroksoda yang mudah terurai menjadi ammonia/NH3 yang mudah menguap. Sampel yang telah didekstruksi dibiarkan dingin lalu diencerkan ke labu ukur 100 ml, dipepet 5 ml dan dimasukan ke labu kjeldha serta ditambahkan beberapa tetes indicator PP, 5 ml NaOH 30%. l Faktor kritis pada tahap ini adalah penggunaan larutan asam borat yang menangkap gas ammonia. . NH3 yang terbentuk disuling dan ditampung larutan asam borat sebagai penangkap. Ujung kondensator harus terendam dalam larutan asam borat sehingga tidak ada asam borat yang menguap.
• Titrasi
Destilat dititrasi oleh HCl 0,01 N, titk akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru menjdi merah muda.
Berdasarkan pengujian kadar protein pakan ayam dengan SNI 01-2891-1992 diperoleh 21,57%, berarti nilai tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu 16%.
H. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan berdasarkan data hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa dari beberapa parameter yang diuji pada sampel pakan ayam yaitu kadar air 10,06%, kadar karbohidrat perkiraan 50,35%, kadar abu 5,67%, kadar serat kasar 4,2% , kadar lemak 8,15% dan kadar protein 21,57%. Hanya analisa kadar lemak saja yang tidak memenuhi persyaratan mutu, berarti pakan ayam tersebut mempunyai mutu yang cukup bagus.

I. Daftar Pustaka
1. Irawati. 2008. Modul PJJ Pengujian Mutu 1. VEDCA. Cianjur
2. SNI Makanan dan Minuman 01-2891-1992
3. Sudarmadji, Slamet. dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Liberty