Kamis, 29 Oktober 2009

klasifikasi BTP (Bahan Tambahan Pangan)

Klasifikasi BTP (Bahan Tambahan Pangan)

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna,
yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan,
yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet,
yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4. Antioksidan,
yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal,
yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
5. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa,
yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
6. Pengatur keasaman (Pengasam, Penetral, dan Pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
7. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
8. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
9. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mence¬gah melunaknya makanan.

10. Sekuestran,
yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya:
l. Enzim,
yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat rnenguraikan secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi,
yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan,
yaitu BTP yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.
Sifat, Kegunaan dan Keamanan BTP

Dari beragam jenis BTP seperti yang telah disebutkan di atas sebenarnya hanya beberapa yang penggunaannya pada makanan lebih sering dibandingkan dengan BTP lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan BTP yang sering digunakan tersebut dijelaskan di bawah ini.
1. Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
• Memberi kesan menarik bagi konsumen
• Menyeragamkan warna makanan
• Menstabilkan warna
• Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
• Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur mela¬lui peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam rnakanan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Tetapi masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta harganya lebih murah, dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanau jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu, pisang dan tahu goreng dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di dalam makanan walaupun dalam jumlah sedikit.
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi penggunaan bahan pewarn alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah:
• Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg, dan yogurt beraroma (150 mg/kg)
• Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/k, dan lemak dan minyak makan (secukupnya).
• Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya).
• Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krrm dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak makan (secukupnya).
2. Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:
• Rasanya lebih manis
• Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
• Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
• Harganya lebih manis.
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempu¬nyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut sebagai "biang gula".
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena terbukti berbahaya bagi kesehatan. Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Hal ini mendorong produsen rninuman ringan dan makanan jajanan untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada alasan ekonorni karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat kemanisan pemanis buatan jauh lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya cukup dalarn jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg – 3 g/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 mg/kg maka jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikonsumsi per hari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita rnengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya boleh mengkonsumsi 25/500 x 1 kg atau 50 g kue.
Penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalam makan adalah sebagai berikut:
• Sakarin (dan garam natrium sakarin), untuk saus, es lilin,minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (300mg/kg), es krim, dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (200 mg/kg), permen berkalori rendah (100 mg/kg), serta permen karet dan minuman ringan fernentasi berkalori rendah (50 mg/kg).
• Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), un¬tuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg), pernen berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (500 mg/kg).
• Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain (120 mg/kg).
• Aspartam
3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jeli dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:
• Benzoat (dalam bentuk asam, atau gararn kalium atau natrium benzoat),
yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg,/kg), serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1 g/kg).
• Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat),
yaitu bahan pengawet untuk roti (2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).
• Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat),
yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).
• Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju (1 g/kg).
• Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit),
yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).

1 komentar: